Skip to main content

Goblin Kingdom - Chapter 21: Bekas Luka Kekalahan

 Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan dibawah ini



 --------------


Nama Goblin buat mereka yang kebingungan:

Gi Ga (Goblin Rare): Goblin yang pertama kali jadi Goblin rare.

Gi Gu (Goblin Rare): Mantan pemimpin desa yang diambil alih MC.

Gi Go (Goblin Rare): Pemimpin kelompok yang saat ini bergabung dgn mereka.

Chapter 21: Bekas Luka Kekalahan

[Race] Goblin
[Level] 14
[Class] Duke; Ketua Kelompok
[Possessed Skills] <<Horde Commander>> <<Insurgent Will>> <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship B->> <<Insatiable Desire>> <<Distant Soul>> <<A Ruler’s Wisdom I>> <<Eyes of the Blue Snake>> <<Dance at Death’s Border>> <<The Red Snake’s Eye>> <<Magic Manipulation>> <<Soul of a Crazed Warrior>>
[Perlindungan Ilahi] Dewi Underworld
[Atribut] Kegelapan, Kematian
[Bawahan Beasts] Kobold (Lv9)
[Abnormal Status] <<Charm of the Saint>>

Genangan darah menguap ke udara.

Aku sekarang sedang mengejar Unit Utama, tapi itu sudah terlambat. Pada saat aku tak sadarkan diri, Perburuan telah berakhir.

"Dampaknya?" Tanyaku, menghembuskan nafas berat setelah berlari penuh putus asa.

"Beast yang dibawah komando kami semuanya tewas. Dari Unit Utama, tiga goblin tewas," jawab Gigo dengan kepalanya menunduk kebawah disertai semacam permintaan maaf dalam suaranya.

"Aku yang salah," kata ku.

Gray Wolf tidak hanya satu. Dan sepertinya ada sepasang; meski aku tidak terlalu yakin. Terlepas dari itu, sementara aku sedang bertarung dengan salah satu Gray Wolf dibelakang, satu yang lain menyerang Goblin didepan.

Itu sebabnya Gray Wolf meninggalkan ku dengan entengnya.

Tanpa menempatkan dirinya dalam bahaya lagi, dia mengambil apa yang dia butuhkan, dan pergi.

"Bangsat!" Aku mengumpat dalam hati, mengertakkan gigi ku frustrasi. Seraya menghembuskan nafas, aku bertanya, "apa ada lagi yang terluka?"

"Hanya luka gores, tidak ada yang serius," jawab Gigo.

"Jika begitu, ayo pergi. Aku ingin segera mencapai desa sedikit lebih cepat," tegas ku.

Pada akhirnya, Gray Wolf tidak pernah kembali, dan berkat itu kami akan bisa mencapai desa dengan aman.

Tapi pada saat yang sama, tidak diragukan lagi aku telah kalah.

Dan Rasa pahit dari kekalahan itu menetap didalam dadaku.

Aku kalah... Oleh binatang... Oleh Seekor binatang...

Kemarahan mendidih ini, ketika aku menggertakkan gigi ku menahan amarahku

Penghinaan ini... Aku pasti akan membuatmu membayarnya, anjing!

◆◇◇

–––Ahh…. Ular merah yang melingkari tangan kananku terasa gatal....

Aku sudah resah sejak hari dimana aku dikalahkan Gray Wolf. Meski berlari terus menerus tanpa istirahat aku tidak bisa meletihkan tubuh ini. Kata-kata lelah, sepenuhnya telah hilang dari kamus ku.

Satu-satunya sensasi yang tersisa adalah rasa gatal tak terhentikan dari Ular Merah ini.

Sebelum aku tau, <<Soul of a Crazed Warrior>> telah mengamuk tanpa perintah ku.

Layaknya tumpukan kayu dalam otakku, perlahan api menghanguskan intinya, energi sihir dengan keras mengalir kesetiap bagian tubuhku seakan-akan sedang meremas-remas dagingku tanpa henti.

"Dimana musuh!?" Pinta Jiwaku. Mataku yang penuh amarah melesat kesana kemari saat aku memandang seluruh kelompok ku.

"Musuh! Musuh! Musuh! Musuh berikan aku musuh!!" Teriak jiwaku.

"Sesuatu untuk dibunuh! Sesuatu untuk dipenggal! Seorang lawan! Ancaman! Musuh!!!" Teriak setiap sendi tubuhku.

"Apa tidak ada? Apa tidak ada satupun!? Dimana kau!?"

Permohonan itu hampir meruntuhkan pusaran kekacauan dalam kepala ku, membuatku gila sesaat desa memasuki pandanganku.

"Menuju Desa!" Teriak ku, memerintah Kelompok untuk masuk.

Kemudian aku bergegas kembali kebagian belakang gerombolan.

Kemarilah, anjing kampung!

Aku akan membunuh setiap ekor dari kalian, bangsat!

“GURUuuuauu…”

Raungan kegelisahan keluar dari dalam perutku, bergema keras saat melotot tajam terhadap jalan yang tadi kami lalui.

Kemudian dari belakang, sebuah suara memasuki telingaku, "Raja" kata dia. Itu adalah Goblin tua.

Raja? Raja... Tentu saja! Aku seorang Raja! Raja! Aku! Aku! Aku!!! Seorang Raja!

Aku lah seorang Raja!

Dengan [Skill] <<Insurgent Will>>, anda mampu menahan dorongan untuk menyerang.

Aku ingin mengayunkan tanganku. Aku ingin melepas semburan energi takberujung ini!

Hancurkan segala yang kau lihat! Bantai mereka! Patahkan mereka! Bunuh mereka! Bunuh setiap ekor dari mereka! BUNUH! BUNUH! BUNUH----

“OOOOAOOOAOooo!!”

Ketika Raungan Keras keluar dari dalam perut ku, aku menusukkan Great Sowrd kedalam tanah.

"Diam!" Perintah tegas ku.

Mengertakan gigiku, aku memusatkan semua kekuatanku, mengaktifkan [Skill] <<Insurgent Will>>.
(TL: Skill ini berfungsi mengurangi/mengendalikan diri dari sesuatu yang mengacaukan pikiran.)
Kemudian Goblin tua berkata lagi, "Raja?" Tanya nya.

"...Apa kau sudah selesai mengevakuasi mereka?" Tanyaku balik, pada saat yang sama aku penasaran apakah suaraku bergetar atau tidak.

"Ya, tanpa masalah sama sekali," jawab Goblin tua.

"Dengar... Aku ingin sendirian untuk sebentar. Jangan biarkan siapapun mendekati ku."

“Baik.”

Goblin tua pergi, sementara aku tetap disini, tidak bergerak sedikitpun sampai aku berhasil menenangkan <<Soul of a Crazed Warrior>>.

◇◆◇

Goblin dari kelompok gigo yang terluka mampu mencapai desa dengan selamat.

Desa ini masih memiliki banyak ruang tersisa, tapi dipikir lagi kalo aku tidak melakukan sesuatu aku akan berakhir mengingat-ingat kekalahan itu lagi, jadi aku putuskan pergi menandai batas-batas antara perbedaan-perbedaan wilayah dalam desa.

Di tengah-tengah desa ada ruang terbuka tempat dimana para goblin makan. Beberapa batu ditumpuk ditengah ruang terbuka itu, yang mana merangkap sebagai tempat perapian.

Lalu disebelah utara ruang terbuka adalah tempat tinggal para tahanan. Kemudian di timur adalah tempat raja, rumah ku.

Aku lalu memutuskan Goblin yang telah berevolusi menjadi Goblin Rare hidup didekatku. Sementara Goblin lain ditempatkan di Ruang terbuka yang dikelilingi pagar.

Aku putuskan pada pengaturan ini agar membuatnya mudah untuk membedakan siapa yang dekat raja dan siapa yang tidak, sekaligus untuk membuat perintah lebih cepat dan mudah.

Adapun Goblin non-petarung, aku memberi mereka area barat dimana Goblin rare tinggal.

Kelompok goblin yang Gigo pimpin, bahkan setelah dikurangi oleh Gray Wolf, menambah kelompok kami sekitar 45.

Meski itu termasuk petarung dan non-petarung, setelah banyak goblin ditambahkan pada jumlah kami, itu pasti masih bisa menyebabkan gesekan.

Jadi demi menghindarinya, aku mengatur mereka dengan cara ini.

Setelah satu hari berlalu sejak kembali ke desa.

Sekarang total ada 92 goblin, tapi para goblin masih terlalu lemah. Aku menyerahkan goblin-goblin yang kecil pada Gigu, sementara aku memikirkan bagaimana membalas Gray Wolf.

Kami, bagaimanapun juga, hanya dalam jarak satu hari jumlah pasukan kami meningkat pesat.

Sementara mereka tidak mungkin menghancurkan desa ini dalam satu serangan, mereka tentu bisa menjadi hambatan dalam perburuan kami.

Tapi yang sebenarnya adalah, aku hanya tidak bisa tinggal diam kecuali melakukan sesuatu.

Untuk sementara ini, aku memerintahkan bawahanku untuk memecah perburuan mereka ke sebelah barat dan timur.

Dari apa yang aku tau, setidaknya ada dua Gray Wolf. Aku harus berpikir cepat.

Aku berjalan sambil berpikir, dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah berada didepan gudang tempat Reshia di tahan.

“Uu~u,” dengkur seseorang… atau semacamnya.

Hmm? Suara itu terdengar familiar.

Menyipitkan mataku, aku mencari sumber suara itu. Dan saat aku menemukannya, aku melihat Kobold yang sedang diberi makan oleh Reshia.

Tiba-tiba, Kobold berbalik, lalu dia mengibaskan ekornya penuh semangat.

Reshia melemparkan sebuah tulang, dan Kobold menguyahnya seolah-olah dia berada dalam surga.

Melihatnya begitu mabuk, dia benar-benar terlihat tidak berbeda dengan seekor anjing.

Gudang yang Reshia gunakan awalnya merupakan kandang hewan, jadi sangat mudah melihat apa yang terjadi dari luar.

Itu bahkan tidak terkunci. Sebenarnya, satu-satunya hal yang menjamin keselamatan mereka adalah kata-kata ku.

Sambil memikirkan itu, aku menyadari Kobold melirik ku saat dia mengibaskan ekornya.

Seketika itu, dia berlari menuju ku, dan bermain-main disekitar kaki ku.

Tapi meski begitu, dia tidak melepaskan tulang nya sama sekali. Rakus amat sih.

[Skill] <<The Red Snake’s Eye>> Aktif.

Oops, aku terlalu banyak melihat.

[Race] Kobold
[Level] 9
[Class] Puppy
[Possessed Skills] <<Lead Belly>> <<Omnivore>> <<Big Eater>>
[Perlinungan Ilahi] None
[Atribut] None
[Master] Goblin Duke

Haruskah aku tertawa karena semua yang dia bisa hanyalah makan?

Melihat semacam pemalas ini, semua kemarahan ku perlahan menguap, *sigh*.

Saat aku menghembuskan nafas dalam-dalam, sebuah suara memanggil dari dalam gudang.

“Kau sudah kembali?”

“Yah, meski kami pulang dengan cedera."

Setelah tenang untuk beberapa saat, aku masuk kedalam Gudang tahanan.

◇◆◆

"Sedikit lebih bising hari ini, bukan?" Tanya ku.

Yang mana Goblin didepan ku merespon dengan senyum seakan mengejek dirinya sendiri.

"Aku kehilangan beberapa Bawahan ku... Meski aku dengan beraninya mememanggil diriku sendiri Raja; itu tak pantas."

Dengan kata lain, kau tertekan? Meski kau seorang monster?

Sejak aku diakui oleh Dewi Healing, Zenobia, dan menerima Perlindungan Ilahi nya, aku telah diberi sejumlah Hak-Hak istimewa. Pendidikan terbaik, pembebasan pajak di negara-negara berbeda, perlakuan istimewa saat masuk Guild, dan banyak lagi.

Salah satu hal yang telah aku pelajari adalah kemampuan untuk melihat kebohongan. Tidak peduli siapa itu atau apa itu, selama mereka memiliki kecerdasan, apa yang mereka pikirkan akan jelas tampak didalam mata mereka.

Ini adalah pengetahuan yang aku terima dari lembaga pendidikan manusia tertinggi, Ivory Tower!

Dan layaknya orang yang terpelajar, aku menatap mata goblin, tapi...kedua mata itu tidak goyah.

Itu adalah Akal sehat dalam manusia yang monster tak punyai selain sifat brutal, egois, dan mengerikan. Semacam perasaan persahabatan tidak ada pada diri mereka. Mereka adalah budak nafsu mereka sendiri, yang akan menyerang setiap manusia saat insting mereka menguasai.

Namun... Apa-apaan Goblin ini!?

Sejak aku ditangkap goblin ini, Goblin ini tidak lain telah menggulingkan akal sehatku, mengejutkan ku lagi dan lagi.

Waktu ketika serangan Orc juga. Meski jelas-jelas Goblin jauh lebih lemah daripada Orc, namun.... Namun dia sengaja melawan mereka.

Di atas semua itu, dia mengajukan bawahannya lebih dahulu untuk disembuhkan. Dia punya semacam kemuliaan.

Raut wajahnya saat dia menyatakan dirinya sendiri seorang raja...

Jika saja... Jika saja dia manusia, maka dia pasti akan dikenang sebagai seorang Raja bijak dimasa depan dan selamanya diawetkan dalam sejarah.

Tidak ada yang meragukan itu.

Namun saat ini, Para feudal yang secara panik memperebutkan kekuasaan untuk diri mereka sendiri sementara mengabaikan orang-orang. Keluarga kerjaan yang bahkan mampu menjerat kerabat mereka sendiri demi melindungi posisi mereka. Para pejabat yang hanya tau kenyamanan mereka sendiri. Rakyat jelata yang akan menghianati teman dekat mereka demi secuil emas. Dan kekacauan parah gereja yang berusaha menjadi tuhan!

Kenapa? Kenapa tidak ada sedikitpun orang baik?

Aku benci suasana kota, itulah sebabnya aku berharap bekerja di geraja disuatu tempat dekat perbatasan.

Untuk sejenak, aku berpegang pada harapan itu selama pergantian lingkungan, bahkan karena itu orang-orang mulai bertindak berbeda.

Sebagai seorang pengikut Zenobia, aku akan menyelamatkan mereka yang diculik, tapi aku malah mendapati diriku di Hutan Kegelapan...

Dan sekarang, untuk suatu alasan, ada Goblin didepanku yang memanggil dirinya sendiri Raja Goblin.

Perubahan lingkungan sedikit banyak, jadi aku cukup pesimis awalnya. Tapi lambat laun aku mulai terbiasa.

Selain itu, Goblin didepanku tidaklah bertindak seperti Goblin sama sekali. Goblin tetaplah Goblin, tapi entah kenapa, yang satu ini terlihat seperti manusia... Aku bisa merasakannya, baik perilakunya, kata-katanya... Aku bisa merasakan semacam emosi kompleks pada dirinya.

Meskipun aku belajar bahwa Goblin itu sederhana. Meskipun pengalaman ku membuktikan itu benar. Meskipun Goblin hanyalah monster yang tidak bisa melakukan apapun selain mempertahankan hidup mereka, diperbudak oleh hasrat mereka sebagai seekor binatang rakus. Goblin ini punya akal sehat, dan membalikkan pikiran-pikiran itu.

Dan dalam waktu singkat aku terbiasa disini... Aku entah bagaimana berharap mereka bisa lebih manusiawi daripada manusia itu sendiri.

Yah meski begitu... Aku manusia. Jika mereka berniat melawan manusia, aku tidak akan mampu bersanding dengan mereka.

Jadi aku berdoa, tolong, jangan bertarung dengan manusia.

◆◇◇

Aku bermimpi.

Aku tau ini karena aku tau ini sedang terjadi.

Sebuah mimpi yang didalamnya ada seorang gadis sedang berhadapan melawan seekor monster.

Monster itu lebih kuat; mereka tidaklah setara. Tapi gadis pemberani itu tidak berpikir demikian, dan ia menantang monster mengerikan itu dengan pedang di tangannya.

Gadis itu tak punya kelicikan untuk mengecoh, ataupun kekuatan untuk berdalih. Satu-satunya hal yang ia punya adalah keberaniannya.

Mengacungkan pedangnya adalah buktinya, meski nafasnya sendiri masih terhuyun-huyun.

Aah, aku pikir. Ia akan kalah.

Binatang mengerikan itu diadu melawan gadis lemah; siapa yang akan percaya?

Namun gadis itu tidak menunjukan tanda-tanda menyerah, langkahnya, bahkan tidak sedikitpun bergetar.

Gadis itu berjalan. Dan sebuah raungan yang bisa menenggelamkan langit dan tanah bergema, namun ia sedikitpun tidak gentar.

Tanah terbelah, ia menghindari bahaya itu.

Melesat melewati serangan monster itu, ia melawan monster dengan satu-satunya pedang di tangannya.

...Dan kemudian ia mencapainya. Dada dari Monster yang memegang Pedang berat yang menyala-nyala.

Sesaat Pedang itu jatuh, aku menyadari sesuatu.

Itu adalah aku.

Monster itu berhenti ditengah jalan.

Dan Pedang Gadis itu menembus dadaku.

Pedang menyala-nyala itu lepas dari tanganku, dan menusuk sendiri kedalam sang gadis.

Kemudian sebuah suara terdengar.

"Ini adalah takdir," katanya. "Takdirmu adalah, ini."

"Cih--"

Mendecakan lidahku, aku terbangun, melompat dari kasur ku, yang mana tubuhku sudah bermandikan keringat dingin.

Dalam kegelapan malam, bulan dan bintang-bintang tengah terang bersinar.

Aku mengalami mimpi buruk yang luar biasa, cukup membuatku bangun melompat.

Ngomong-ngomong... Suara siapa itu?

Takdir? Milikku?

“Ha ha ha…”

Menarik. Jadi kau memberitahuku aku akan terbunuh, takdir yah?

Dibawah sinar dua bulan merah di langit malam, aku berdiri, membiarkan angin malam berhembus melewati ku.

Angin yang berhembus dari danau melalui hutan cukup menyegarkan tubuh penuh keringat ku. Sementara aku berjalan tanpa arah khusus, aku memperhatikan pepohonan yang bergemersik. Aku mungkin hanya terlalu takut, Tapi tanpa memikirkannya lagi, aku terus berjalan.

Sebelum aku menyadarinya, aku sekali lagi berada di depan penjara reshia.

Ia mungkin sudah tidur, pikir ku. Aku bisa tau itu, karena aku bisa melihat di tengah malam dengan sepasang mata ini. Aku kira ini cukup nyaman.

Tapi saat aku lebih dekat lagi, apa yang tercermin dalam mataku adalah Reshia yang sedang berdoa.

Berdoa menghadap kedua bulan merah.

"Apa kau akan mengutukku sekarang?" Candaku bertanya.

Matanya melebar sedikit, tapi ekspresi diwajahnya segera membuatku terengah-engah.

"Bajingan... Siapa kau!?" Tanya ku.

Sebuah wajah dengan keteguhan hati. Jika hanya itu, maka tidak masalah. Tidak, itu tidak akan jadi hal bagus, tapi terlepas dari itu, sekarang, aku bahkan tidak bisa merasakan sedikitpun kehidupan dalam ekspresi reshia.

Normalnya, wajahnya setidaknya akan menunjukan sedikit ketidaksenangan atau kemarahan atau mungkin kesedihan, tapi sekarang, tidak ada apapun selain ekspresi yang sepenuhnya hampa.

"Entahlah," jawab Reshia, atau setidaknya itu memang suara reshia, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang berbeda. Tapi apa yang sebenarnya berbeda aku kurang yakin.

Mata berwarna amethyst-nya bukan diarahkan padaku.

Sebuah tatapan belaka, tidak lebih, namun tubuhku terasa seakan berubah menjadi es. Tubuhku begitu berat, hingga seluruh anggota tubuhku tidak bisa digerakkan.

Ini... Sensasi ini!

Aktifkan [Skill] <<Insurgent Will>>, aku melangkah menuju tekanan itu dengan kekuatan penuh.

Namun dipertengahan, sebuah teriakan mengutuk tiba-tiba bergema didalam benakku.

“Zenobiaaaaa!!” Teriak suara itu.

Teriakan sang Dewi Underworld, Altesia, mengguncang seluruh kendali atas tubuhku.

"Aku mohon padamu, apa yang harus, dan apa yang tidak harus, berikanlah padanya, kedamaian."

Kata-kata yang Reshia bacakan menahan Dewi Underworld.

Karna begitu berat, aku bertekuk lutut.

Mengabaikan keringat yang berkumpul di dahiku, Reshia terlihat seperti---Tidak, aku sudah sejauh ini, tidak ada jalan lain selain menerimanya. Orang didepanku sekarang ini tidak lain adalah Dewi Healing, Zenobia.

"Kau terlihat menderita," Kata Dewi itu.

"Terima kasih," jawab ku, menempatkan banyak kesadaran, tapi sayangnya, tubuhku tidak mau bergerak.

"Kenapa kau begitu memberontak melawan takdir?" Tanya nya.

"Biarkan aku bertanya balik pada mu, kenapa kau mau menerima takdir?" Tanya ku.

Aku pikir aku mendengar desahannya, tapi seperti yang diperkirakan, aku tidak bisa mengira apa yang ada dibalik suaranya.

"Adik perempuan tertuaku memberontak melawan takdirnya. Dan lagi, baru saja ia melawan ku segera setelah melihatku... Tidakkah pikirmu itu bodoh?" Kata Dewi itu.

"Maka tinggalkan kami sendiri!? Aku, dan bahkan Reshia!" Jawab ku.

"...Sumber kekuatan mu, kehendak untuk memberontak(insurgent will), punya batas. Nyatanya, itu hampir mencapai batasnya."

Saat Dewi mengatakan itu, jari reshia yang bersinar menyentuh dahiku. Dan aku merasakan hawa panas bergerak dari dahiku menuju kedalam dadaku.

Lagi!?

"Kau tidak akan mampu terbebas dari Pesona Saint*," tegas Dewi.
(Tl: skill abnormal maksudnya/alias charm of saint.)
Apa kau ingin menginjak-injak hatiku lagi!?

Siapa yang akan berpikir kalau terlalu sering mengecek status akan menggigit balik seperti ini!?

Pesona Dewi yang aku abaikan melepaskan kekuatan besar yang dengan keras terus menekan diriku.

“Ku… Gu…” rintih ku.

Aku berusaha berdiri, tapi aku gagal, dan sebaliknya aku tersungkur kebelakang.

Seakan menghalangi bulan dilangit, Zenobia yang menyembunyikan Perasaan Reshia, menatap ku.

"Ini bukan hak ku mengatakan ini, tapi tolong jaga anak ini," kata Dewi saat ia mendekati ku, membawa dirinya sendiri keatas dadaku.

"Berapa lama lagi kau ingin memainkan perasaan orang-orang!?" Teriak ku.

Jari bersinar reshia menunjuk kearahku sekali lagi. Saat jarinya menusuk dadaku, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku.

“Hadiah dari ku. Ini seharusnya melepaskan kutukan dari... A-dik..." Kata dewi ketika suaranya perlahan memudar.

Reshia terhuyung sedikit, lalu akhirnya kehilangan semua kekuatannya, dan jatuh diatas dadaku.

"Tapi kau harus menjaganya. Semakin banyak kau menggunakan sihir, semakin dekat kau dengan adikku," bisik Dewi melalui Reshia, saat ia diatas dadaku.

"Adikku juga dikenal sebagai Dewi Pemberontak. Dewi yang melawan ayahku, seorang Dewi pemberontak dan pendendam. Itulah sebabnya... Tolong... Lindungi... Putri... Tercintaku..."

Setelah itu, satu-satunya hal yang aku bisa dengar adalah nafas Reshia yang tertidur.

...Tidal lama kemudian, aku menyadari lenganku bisa bergerak lagi, dan suara Dewi Underwold tidak lagi bergema.

Aku mengulurkan tanganku terhadap dua bulan merah.

Zenobia…

Kata mu memberontak melawan takdir adalah tindakan bodoh. Dan kau juga mengatakan padaku untuk melindungi Reshia.

Tapi takdir yang aku lihat... Bukankah kau menyadarinya? Wajah dari Gadis pedang itu?

Gadis itu; ia menangis. Reshia yang sedang menangis.

Jika kau mengatakan padaku untuk melindungi nya. Maka persis seperti yang kau pikirkan, aku tidak punya pilihan lain selain memberontak melawan mu dan saudara-saudaramu.

Aku tidak akan mati, dan aku tidak akan membunuh Reshia. Jika itu melawan tuhan, jika itu adalah melawan Takdir, maka biarkanlah begitu.

Aku akan senang hati menjadi permberontak.

◆◇◇◆◇◇

Efek [Skill] <<Charm of the Saint>> telah meningkat.

Karena Perlindungan Ilahi Dewi Healing, Zenobia, Serangan mental dari Dewi Underworld, Altesia, akan ditekan.

◆◇◇◆◇◇

Author’s Note:

Apa Mental Protagonis masih belum pada puncaknya?

TL Note: di bagian Bunuh Bunuh Bunuh dekat awal chapter ini, protagonist sebenarnya mulai berubah menjadi bagaimana Goblin berbicara dalam novel ini.

Goblin, kau tau, normalnya bicara dalam katakana dengan beberapa hiragana disana sini dan beberapa kalimat rusak, jadi karna protagonis mulai ngomong dalam katakana diakhir ch ini, itu menunjukan semacam bagaimana dia berkembang menjadi monster yang nyata. Hanya sesuatu yang ku pikir kalian akan tertarik mengetahuinya.

P.S. Aku sangat ingin menterjemahkan Reshia’s glowing finger sebagai shining finger xD.

Panjang banget dah.


Comments