Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan dibawah ini
--------------
Chapter 24: Duel bagian I
[Race] Goblin
[Level] 22
[Class] Duke; Ketua Kelompok
[Possessed Skills] <<Horde Commander>> <<Insurgent Will>> <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship B->> <<Insatiable Desire>> <<King’s Soul>> <<Ruler’s Wisdom I>> <<Eyes of the Blue Snake>> <<Dance at Death’s Border>> <<Red Snake’s Eye>> <<Magic Manipulation>> <<Soul of a Crazed Warrior>>
[Perlindungan Ilahi] Dewi Underworld (Altesia) [Atribut] Kegelapan; Kematiann
[Bawahan Beasts] Kobold (Lv9)
[Abnormal Status] <<Charm of the Saint>>
Ekspedisi kami ke utara berjalan dengan lambat. Setelah satu setengah hari berlalu, kami melanjutkan perjalanan kami menuju sebelah utara danau, sementara berburu hewan diwaktu senggang kami. Selama itu, kami tidak menemukan beast yang kuat satupun.
Tapi sepanjang perjalanan, aku sadar aku tidak memikirkan kecepatan reshia.
Meski dengan seorang pemandu, berjalan di hutan ternyata cukup sulit bagi manusia, jadi kecepatannya cukup lambat.
Jika kami terus seperti ini, kami akan berakhir dengan menghabiskan banyak waktu, jadi aku m e n g g e n d o n g reshia sebagai gantinya.
Dengan segera ia mengeluh, tapi aku mengabaikannya dan mempercepat kecepatan pasukan.
"Kita akan berkumpul sampai siang," tegas ku.
Angin sepoi-sepoi berhembus melewati tanah tandus itu, melantunkan sebuah lagu duka cita bagi yang mendengarnya.
Angin ini mungkin telah bercampur dengan kekuatan sihir, pikir ku. Karena bisa jadi itu menunjukan bahwa para druid lah yang menguasai tempat ini, tapi meski begitu, kami sudah berkumpul disini.
Dari sini, kami perlu berhati-hati. Dibawah bimbingan goblin tua, aku menurunkan reshia dikejauhan, dan memimpin kelompok untuk tetap berhati-hati.
"Jadi inikah tempat para druid tinggal?" Tanyaku pada goblin tua.
"Ya. Didepan daerah ini ada pohon besar yang menyerap nutrisi tanah ini... Yang disebut The Great Heaven-Piercing Tree, rumah para druid tinggal."
Menurut goblin tua, para druid menggali sebuah gua diakar pohon besar itu, dan mereka membuat sarang mereka disana.
"Jadi mereka disana yah," gumam ku.
Dari kejauhan berdiri sebuah pohon raksasa yang menjulang tinggi ke langit, melebihi apapun yang ada disekitarnya.
Sementara kami perlahan mendekatinya, terlihat, pohon besar itu dikelilingi hutan lebat yang mengelilinginya, sementara akar-akar yang didekatnya menyelimuti batu-batuan didekatnya. Benih-benih pohon besar itu tumbuh ditanah. Seolah-olah berusaha menciptakan hutan baru dengan jenisnya sendiri yang menyebabkan dedaunan membentang 30 meter mengelilinginya.
Kemudian didalam hutan kecil yang didalamnya terdapat pohon besar, seekor goblin muncul.
Ia memandang tempat dimana kami berada, lalu ia panik, dan segera masuk kembali dan memanggil teman-temannya.
"Bagus. Ia memudahkan pekerjaan kami," ucap ku.
Kemudian untuk membuat mereka menyerah, aku memerintahkan pasukan untuk menyebar. Lagi pula, tidak ada cara yang lebih cepat selain menakut-nakuti musuh mu.
Pasukan Gigo bersiap di kanan, pasukan beast gigi bersiap dikiri, pasukan giga mengambil sisi belakang pohon besar, sementara aku mengambil sisi depan. Seperti ini kami mengepung pohon besar itu di hutan kecil ini.
Aku berdiri disini dengan tenang, menunggu, bertanya-tanya dalam hatiku bagaimana cara menangani goblin yang akan datang, kemudian Goblin tua tiba-tiba mendekat.
"Wahai Raja, tolong dengarkan permintaan ku," kata nya.
"Apa?" Aku menjawab singkat, mataku tetap menatap erat pada pohon raksasa itu.
"Tolong biarkan aku menjadi orang yang menerima penyerahan diri mereka,"
"Apa?"
Goblin tua dengan tegas menundukan kepalanya terhadap ku. Sebuah perubahan besar dari Goblin tua yang sungguh-sungguh menentangku terjadi disini.
"Kenapa?" Tanya ku.
"Sulit mengatakannya, tapi kemungkinan besar pemimpin para druid ini adalah anak ku," jawab goblin tua, dengan sedikit keraguan didalam suaranya.
"Kau akan meminta mereka menyerahkan diri? Meski itu darah dan kerabat mu sendiri?"
Aku takpernah mendengar goblin punya semacam emosi seperti seorang ayah.
Bagaimana bisa goblin punya emosi keayahan ketika mereka sendiri membuat anak-anak mereka berburu segera setelah mereka lahir? Hal itu harusnya mustahil.
Bagi manusia, mereka disebut punya emosi itu karena mereka melindungi anak mereka sendiri setelah anak mereka lahir. Tapi bagi para goblin yang harus segera berburu sesaat mereka lahir, emosi semacam itu seharusnya tidak ada. Jadi kenapa?
"...ini cukup rumit. Seseorang harus pergi," jawab goblin tua.
Goblin tua tidak tergagap terhadap suara ketidaksenangan ku, sebaliknya dia dengan gagah berani menghadap ku.
Sesuatu menyeretku, Sesuatu yang menyebabkan ku merasa tidak senang pada permintaan Goblin tua itu. Tapi aku tidak tau apa itu. Jadi aku hanya bisa menatapnya dingin sambil memberikan persetujuanku.
“Baiklah,” kata ku.
Aku memandang goblin tua lagi saat dia pergi menuju pohon raksasa sendirian.
––-Sial! Sebenarnya apa yang menggangguku?
Seolah-olah, ada kabut hitam dalam kepala ku yang menekan-nekan pikiran ku.
Apa itu kau? Altesia!?
[Skill] <<Insurgent Will>> diaktifkan.
"Kau pikir goblin itu tidak akan memberontak mu? Imut nya~" kata suara didalam benakku.
Sambil menggelangkan kepalaku, aku mengusir suara itu, dan memandang kearah kepergian Goblin tua.
"Ikuti suara hatimu!" Teriak ku, menyapu bersih gangguan altesia.
Kemudian Goblin tua membungkuk kearah ku, dan dia memasuki pohon raksasa sendirian.
◇◆◆
Beberapa saat kemudian, Goblin tua keluar dengan goblin lain didekatnya.
"Oh? Hanya ada sedikit, bukan?" Kata Goblin itu sambil tersenyum berani.
Tapi aku tau betul senyuman yang dibuatnya, goblin itu membawa kepercayaan diri yang besar dalam dirinya. Juga jubah yang membungkus mengelilinginya dan staff(tongkat) digenggaman tangannya, membuatnya memancarkan tekanan besar.
Dan goblin itu... Lebih dari goblin lain, penampilannya bahkan lebih mendekati manusia dengan kulit merahnya, kemungkinan besar dia adalah goblin rare.
Tapi atmosfir yang ku rasakan... Goblin ini kuat; tubuhku memberitahuku begitu.
"Apa kau pemimpinnya?" Tanya ku.
Goblin itu berdiri dihadapanku, tatapan percaya dirinya jelas membuatnya tidak akan membungkukan kepala.
Tapi sudahlah.
Aku masih tetap akan menasehatinya bahwa semua orang itu setara.
"Itu benar. Akulah pemimpin para druid," jawab goblin itu.
Ada jarak 20 langkah diantara kami. Tidak terlalu buruk, tapi itu bukan jarak yang bisa aku dekati dalam sekejap.
"Menyerah, dan serahkan diri mu sendiri pada ku," tegas ku.
“Ku ku ku ku… kau tau itu percuma, namun kau tetap mau repot-repot begitu?" Jawab pemimpin druid sambil terawa.
"Tapi baiklah... Jika kau bisa mengalahkan ku, aku akan memberikan mu segalanya."
Duel antara makhluk yang memanggil diri mereka sendiri raja. Sama seperti buku-buku sejarah. Tapi dengan sedikit korban, dan banyak keuntungan.
"Jika aku menang, kau akan memberi ku segalanya. Lalu kalau kau menang?"
Saat aku mengatakan itu, meski itu hanyalah sekilas, pemimpin druid menatap ku kosong. Kemudian, dia tertawa terbahak-bahak, dan berkata,
"Lucu sekali... Apa kau mau mati!?"
Sebuah senyum seperti binatang muncul diwajahku. Seolah-olah dia adalah mangsa yang baru saja disodorkan dihadapanku. Kemudian dengan senyum licik, aku menjawab pemimpin druid,
"Kita bisa bertaruh karena ada dua hal sama yang kita ingin capai."
Bahkan aku tidak tau aku akan merasa seperti ini. Mungkin karena wajah goblin ini begitu mirip dengan manusia.
"Dengar... Dalam hal ini..."
Saat pemimpin druid berpikir, Reshia tiba-tiba datang.
"Halo? Apa boleh? Aku tidak bisa melihat mereka!"
Tanpa memperdulikan apapun, suara reshia bergema melalui suasana tegang itu.
Dan goblin didepanku membeku.
“… Oi, Kakek, apa itu?” Tanya pemimpin druid pada goblin tua yang ada dibelakangnya.
"Harta Raja, seorang gadis manusia," jawab goblin tua.
"Mainan, maksudmu?"
"Tidak, Raja tidak melakukan hal seperti itu... Lebih seperti dia suka berbicara dengan nya."
“Oh?”
Kilatan tajam memancar dari mata pemimpin druid.
"Aku putuskan. Aku ingin gadis itu!"
Reshia membeku.
Aku melirik reshia sekilas, dan mendecakan lidahku. Kemudian melihatnya dan berkata sinis padanya,
“Selamat, kau baru saja secara pribadi meminta itu. Kau harusnya melompat-lompat gembira sekarang."
"A- A- apa yang kau bicarakan!?"
Tanya Reshia, tidak mengikuti apa yang terjadi saat ia melihat ku dan pemimpin druid itu.
"Hadiah untuk duel kami. Jika aku menang, aku akan mendapatkan kelompoknya. Jika aku kalah, aku akan menyerahkan mu."
"A- A- A- apa-apaan keputusan egoismu itu!"
Gadis itu sama sekali tidak sadar telah menjadi tawananku. Yah lagi pula aku tidak pernah memperlakukannya begitu.
"Jangan khawatir, aku tidak berencana kalah. Aku tidak punya niat menyerahkan mu pada siapapun," kata ku, berusaha menghiburnya.
“Cih!?” Jawab Reshia, yang jelas masih panik.
Menggenggam Iron Second (Great Steel Sword), aku menatap musuh dihadapanku sambil menenangkan hati membara ku.
Dia mungkin tidak mendengar gumaman reshia, pikirku dalam hati.
Lalu menguatkan diriku sendiri, aku memusatkan semua kekuatanku untuk menghadapi musuh kuat dihadapanku.
“Kemarilah!”
Pada suara bergema ku, pertarungan di bawah suasana tegang di mulai.
Author’s Note:
Seorang druid bertarung.
Siapa yang mikir goblin tua bakal punya keluarga!?
Kemampuan bicara goblin tua juga cukup baik dari awal karena kecerdasan nya yang tinggi.
Tapi lagi pula itu hanya goblin normal, jadi itu tidak bisa disandingkan dengan druid.
Comments
Post a Comment