Skip to main content

Goblin Kingdom - Chapter 38: Malam Sebelum Perang

------------------------------------
 Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan 1x perhari diblog kami
------------------------------------


Goblin Name Cheat Sheet:

[Goblin] is to make it easier to CTRL+F.

[Goblin] Gi Ga
Goblin dari kelompok terasing yang bersama protagonis mengalahkan orc. Saat ini class noble, yang tertinggi diantara bawahan protagonis. Dia menggunakan tombak.

[Goblin] Gi Gu
Mantan pemimbpin desa. Dia ditekan oleh protagonis saat bentuk noble nya, dan menjadi bawahan MC. Dia menggunakkan longsword, dan relativ pintar untuk seekor goblin rare.

[Goblin] Gi Gi
Dikenal sebagai beast warrior, goblin dengan kemampuan menjinakkan beast.
Dia berevolusi saat memburu spear deer dengan protagonis.
Dia menggunakan kapak. Class-nya rare.

[Goblin] Gi Go
Goblin dengan banyak bekas luka ditubuhnya. Makanan kelompoknya sering dicuri gray wolf, jadi dia memutuskan untuk mengikuti protagonis. Dialah yang paling berpengalaman diantara goblin rare. Senjatanya adalah katana melengkung. Dia bertindak seperti seorang samurai.

[Goblin] Gi Za
Druid goblin rare yang baru bergabung.

[Goblin] Gi Ji
Goblin rare. Dia berevolusi di chapter 37 setelah berburu dengan Giga.

Chapter 38: Malam sebelum perang

[Race] Goblin
[Level] 61
[Class] Duke; Ketua Kelompok
[Possessed Skills] <<Horde Commander>> <<Insurgent Will>> <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship B->> <<Insatiable Desire>> <<King’s Soul>> <<Ruler’s Wisdom I>> <<Eyes of the Blue Snake>> <<Dance at Death’s Border>> <<Red Snake’s Eye>> <<Magic Manipulation>> <<Soul of a Crazed Warrior>> <<Third Impact (The Third Chant)>>
[Perlindungan Ilahi] Dewi Underworld (Altesia)
[Atribut] Kegelapan; Kematian
[Bawahan Beasts] High Kobold (Lv1) Gastra (Lv1) Cynthia (Lv1)
[Abnormal Status] <<Charm of the Saint>>

4 hari telah berlalu semenjak unit pengintai gigu kembali.

Ketika aku menemui mereka, aku terkejut.

Penampilan Gigu berubah. Kulit biru dan satu tanduk melingkar. Perawakannya juga lebih besar jika dibandingkan dengan Gigo.

Aku mengintip statusnya dengan <Red Snake’s eye> dan tidak diragukan lagi, dia sekarang menjadi class noble.

[Race] Goblin
[Level] 2
[Class] Noble; Subleader
[Possessed Skills] <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship C+>> <<The King’s Right-hand Man>> <<Cooperation>> <<Throw Projectile>> <<Versatile Master>> <<Farseeing Eye>>
[Perlindungan Ilahi] None
[Atribut] None

<<The King’s Right-hand Man>>
Ketika bertarung dibawah perintah pemimpin kelompok, semangat juang UP, Kekuatan fisik 10%, agility 10% UP.

<<Cooperation>>
Memungkinkan menyerang bersama dengan goblin yang sama atau lebih rendah statusnya.

<<Versatile Master>>
Bisa menggunakan senjata melee apapun, dan menerima bantuan sampai Rank C+ terlepas dari tipe.

<<Farseeing Eye>>
Kemungkinan menang saat mengintai ikut meningkat. Kemungkinan berhasil melacak musuh juga meningkat.

Gigu adalah mantan pemimpin kelompok. Kekuatan yang ditampilkan distatusnya membuktikkan itu. Skill <<Cooperation>> cukup berguna untuk mengendalikan grup. Adapun <<The King’s Right-hand Man>> aku penasaran apakah itu akan bekerja pada saat kami terpisah oleh jarak. Dan terakhir, skill <<Farseeing Eye>> , apakah dia mempelajari skill ini karena sering ikut mengintai.

Aku akan memperjelas mana saja yang tidak aku mengerti.

"Aku kembali," kata Giza saat dia berlutut.

Luka-luka ditubuhnya membuktikan misinya cukup menyulitkan.

"Katakan apa yang kau temukan."

Aku menyerahkan pelatihan goblin pada Giga untuk sementara, lalu pergi dan menanyakan hasil dari pengintaiannya.

Pada saat yang sama, aku memberikan mereka daging segar untuk mereka makan. Para Goblin dengan sigap membungkuk didepanku.

"Aku akan memulainya dengan Hasil yang kami dapat. Kami menemukan sejumlah orc. Saat ini, ada lebih dari 80 orc di kelompok mereka. Dan sekarang, mereka sedang menuju desa ini."

80!?

Jadi ini sebabnya perasaan mengganggu itu muncul.

Keparat!

Hatiku goyah, tapi aku dengan cermat memperhatikan apa yang gigu katakan agar tidak menunjukan perasaan itu saat aku bertanya lagi.

"Berapa lama mereka akan sampai?"

"Paling tidak dua hari."

Sementara aku mengganguk pada Gigu, aku melipat tanganku.

––––bangsat! Ini terlalu awal! Jadi maksudmu mereka tidak akan memberi kita waktu untuk kita bersiap?

Tapi bukan berarti aku adalah orang bodoh yang hanya akan duduk dan menunggu disini tanpa melakukan apa-apa.

"Mereka dimana?"

"Mereka berkumpul diwilayah barat berlawanan dengan kita."

80, Huh?

Aku merenung dalam-dalam saat aku menatap cakrawala di barat.

Berlindung didalam desa adalah ide buruk dari awal. Ketika desa dikepung, aku tidak akan bisa melihat apapun. Jadi itu berarti berlindung didalam desa adalah upaya terakhir.

Selain itu perangkap yang kami buat bahkan belum selesai. Paling tidak baru 50%. Meski orc menyerbu dari depan, tidak akan aneh bagi mereka menginjak perangkap tanpa pikir panjang.

"Aku mengerti situasinya searang. Kerja bagus."

Aku memendam perasaan jauh kedalam diriku, tidak membiarkan sedikitpun emosi muncul saat aku memejamkan mataku.

Setelah aku membolehkan para goblin yang baru saja kembali untuk istirahat, aku pergi membantu menyelesaikan pembuatan perangkap.

Sejak awal, para goblin sangat ahli dalam membuat lubang. Lubang-lubang yang bisa memuat tubuh orc beserta bambu-bambu tajam dan tombak kayu didalamnya. Lubang itu sendiri lebih dalam dari perawakan orc. Aku juga ingin mengisinya dengan air, tapi sayangnya kami tidak benar-benar memiliki waktu untuk itu.

Kami hanya perlu membuatnya vertikal sampai cukup membuat orc tidak akan bisa memanjatnya.

Aku juga memerintahkan manusia untuk memusatkan pagar-pagar mereka disisi barat desa. Aku tidak tau seberapa banyak mereka bisa memperbaikinya selama dua hari kedepan, tapi ku harap kami setidaknya bisa memiliki beberapa penghalang di sisi barat dan baratlaut desa.

Jumlah orc terlalu banyak. Kami tidak bisa melawan mereka secara angsung. Menghadapinya langsung sepertinya hanya akan membawa kami menuju kekalahan seketika.

Tidak ada cara lain... Kami akan menyerang mereka duluan.

Kami memerlukan sumber daya untuk pembangunan desa, jadi pohon-pohon disekitar desa kami tebang. Berkat itu kami memiliki penglihatan yang lebih baik.

Parahnya kami tidak memiliki panah. Sebuah senjata yang memungkinkan kami mengalahkan orc dengan jarak pasti akan hebat. Tidak ada gunanya memikirkan hal-hal yang tidak ada saat ini.

Bagaimanapun juga, jika kami ingin mencegat Orc, maka tempat terbaik menyerang mereka adalah hutan. Jika mereka berencana menyerbu secara langsung, maka kami harus bisa menghambat mereka dari sisi-sisi mereka. Dan dengan menggunakan sihir druid dan para goblin dengan skill melempar, seharusnya itu bisa meminimalkan korban. Setelah itu, kami bisa menangani orc yang tersisa dengan Melee. Dan setelah membersihkan mereka, kami bisa mengambil kepala raja orc.

Ketika aku selesai memikirkan strategi itu, aku berlari lagi untuk mengecek semua lubang-lubang.

Aku harus berhati hati memilih siapa saja yang akan ikut dalam unit penyergap segera setelah menemukan lokasi mereka. Aku juga perlu mempersiapkan rute melarikan diri untuk kemungkinan terburuknya.

Itu bukan hanya karena kami sedang menghadapi wilayah barat sampai aku melalukan ini. Itu Juga karena kami tidak bisa meninggalkan daerah ini.

Mengabaikan ketidaksabaran yang meluap-luap dari dalam diriku, mulutku membentuk senyum kecut saat aku menuju Giga untuk memeriksa perkembangannya.

Pelatihan perlu dihentikan untuk saat ini. Karena lebih baik kami menggali lubang-lubang sebanyak mungkin.

◆◇◆

Sehari berlalu semenjak aku menerima laporan Gigu. Saat ini, aku mengikuti Gigu untuk mengkonfirmasi jejak-jejak orc. Dibelakang kami ada Giga dan Gigo mengikuti.

Sementara itu, penggalian lubang dan parit ku serahkan pada Giza. Yang disisi lain aku menyuruh sibeast warrior, Gi Gi, dan Giji si-stealth untuk melihat seberapa lama orc bisa mendekti desa kami.

Bukan seperti aku meragukan informasi Gigu, aku hanya ingin memastikan tidak ada hal-hal yang takterduga akan terjadi.

Tentu saja, aku pastikan Gigi dan Giji untuk kembali tanpa adanya pertarungan. Seharusnya itu tidak mustahil selama mereka menggunakan kemampuan membaui milik Gigi.

Kami mengikuti Gigu, tapi hanya ada satu hal yang memasuki penglihatan kami, tidak ada apapun daerah hutan.

Aku penasaran dimana kami harus menunggu orc. Sampai kerepotan seperti ini... Kayanya aku enggak diberkahi ilmu oleh Dewi Wisdom*, Hera nih.
(Tl*: sebelumnya pake pengetahuan, tapi sekarang wisdom karna lebih ngeh~)

Jumlah orc yang bisa kami tangani dengan grup tiga-orang adalah 30. Jadi kami perlu mengurangi 80 orc menjadi 30 menggunakan perangkap.

Jika orc mencapai desa, semuanya akan berakhir. Meskipun kami tidak sepenuhnya hancur, impian membuat kerajaan ku akan berakhir disini.

Dengan pemikiran itu, bayangan Reshia dan manusia lain terinjak-ijak oleh orc melintas dibenakku.

Tapi meski begitu, masih lebih baik bagi mereka langsung dari barat menuju desa. Akan tetapi Kalau raja orc memang diberkahi kebijaksanaan, dan malahan memimpin pasukannya melalui arah lain, maka desa dipastikan akan hancur.

Para manusia hanya membangun pagar-pagar untuk melindungi desa dari barat ke baratlaut.

Wajarnya, akan lebih baik jika aku memikirkan rute melarikan diri, tapi kami tidak memiliki cukup informasi mengenai Kegilaan Orc. Jika mereka hanya datang lalu pergi menuju timur setelah memaksa kami keluar dari desa itu akan sangat bagus.

Tapi jika mereka mengejar kami, kami jelas akan menjadi mangsa takberdaya karena kami tidak memiliki tempat untuk melarikan diri.

Jadi hanya ada satu pilihan bagi kami. Yaitu menyergap mereka, bawa mereka menuju desa, dan hancurkan mereka.

Kami hanya bisa berharap orc akan berjalan sendiri kesini. Sejujurnya, sesuatu seperti ini tidak bisa disebut rencana. Paling tidak ini hanyalah hayalan ku saja. Hayalan itu terus berputar didalam benakku, tapi itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi.

"Baiklah, kita akan membuat perangkap disekitar sini. Kemudian kita mengintai –––“

“Raja!”

Sesaat aku akan memerintahkan Gigu dan lainnya untuk membuat perangkap dan mengintai, sebuah suara memanggil dari belakng.

Itu adalah Gigi, yang sedang menunggangi Double head, berlari menuju kami dengan ekspresi putus asa diwajahnya.

"Orc merubah arah mereka!" Dia menjelaskan. "Mereka datang dari utara!"

Fuck! Skenario terburuk benar-benar terjadi!

Kalau dipikir-pikir, barat penuh dengan pepohonan, area hutan tidak memiliki banyak ruang untuk berjalan. Sementara di baratlaut Gray Wolf memiliki dataran landai.

Tai! Aku seharusnya sudah menyadari kedatangan mereka dari 1 mill, sial!

"Kembali ke desa! Sekarang!"

Dengan perintah ku, kami tergesa-gesa menuju desa.

Perangkap didesa paling banyak disebelah barat. Apakah kami punya cukup waktu untuk membuat perangkap di sisi utara?

Apakah kami punya cukup waktu untuk membuat perangkap yang dibutuhkan untuk mengatasi 80 orc dalam sehari?

Mustahil. Tentu saja, mustahil.

Jika itu hanyalah pertarungan melawan orc, aku sendiri percaya aku bisa mengalahkan mereka dengan skill dan kekuatan ku. Tapi di pertarungan ini aku harus melindungi desa sementara menghancurkan 80 orc!

Keparat, kenapa harus di utara!?

Tidak hanya merubah rute, mereka bahkan memilih rute dengan banya ruang terbuka. Mereka jelas dipimpin raja orc. Dan kelihatannya, raja mereka tidak bodoh. Dan tentu, peluang kemenangan menggunakan perangkap telah dijatuhkan.

Masih ada kemungkinan mereka akan menuju timur setelah itu, tapi bajingan-bajingan itu membutuhkan makanan. Jadi tidak... Tidak mungkin mereka akan membiakan manga lezat seperti kami lari.

Orc datang dari utara, itu karena jalan yang mengarah ke danau sisi utara sudah melebar.

Rute yang kami lebarkan untuk memudahkan perburuan secara takterduga menjadi bumerang untuk kami!

Berpikirlah! Pasti ada sesuatu!

Sesuatu yang bisa menghentikkan mereka!

Sesudah kami sampai didesa, aku masih tidak dapat memikirkan apapun. Untuk sementara, aku memutuskan untuk fokus membuat perangkap di utara.

Tapi sementara aku menggali lubang, satu-satunya hal yang ada dikepalaku adalah memikirkan bagaimana cara mengalahkan orc.

Tapi apa yang bisa kulakukan?

Pada akhinya, hari berlalu dengan aku tidak bisa memikirkan apapun selain membuat perangkap.

Adapun manusia, aku menyuruh mereka mendirikan pagar-pagar secepat mungkin. Untuk para goblin, aku menyuruh mereka menggali lubang-lubang yang bisa menjebak orc didalamnya.

Tapi dengan itu semua, bisakah kami menang hanya dengan ini?

Hatiku semakin geram semakin aku terus berpikir. Namun akhirnya, aku tidak bisa melakukan apapun selain meratapi ketidakberdayaanku.

Siapa yang akan berpikir memiliki tanggung jawab atas banyak nyawa dibahumu akan seberat ini?

Dan bayangan itu terus melitas dibenakku, melihat orc menginjak-injak kami semua, sejujurnya itu menakutkan!

Sial!

Aku tidak boleh kalah. Aku tidak mungkin kalah.

Aku tahu itu. Jelas karena aku tau itu sangat berat.

Tapi meski dengan semua upaya ku, pada akhirnya, malam tiba dengan tanpa kabar baik.

◆◇◆

Saat Dua bulan bersinar dilangit malam, aku menatapnya. Aku telah berkeliaran mengitari desa sendirian sepanjang waktu itu.  sambil merenung tiba-tiba saja, sebuah suara terdengar.

"Tidak bisa tidur?" Tanya suara itu.

Cahaya bulan menyinari wajahnya, menampakkan kecantikan tak tertandingi miliknya. Bermandikan cahaya bulan, seolah-olah dirinya sendiri adalah dewi cahaya bulan, Veedena.

Disini gelap, namun matanya terlihat seolah-olah berada disiang hari, dan aku melihat ekspresinya. Seperti biasa tanpa ada perasaan dan tanpa emosi. Tapi entah kenapa, didalamnya terdapat kelembutan.

"Yeah," aku berbalik kearah langit malam sekali lagi.

"Pemandangan yang aneh," kata Reshia sambil berjalan mendekat, mencuri pandang pada ekspresi wajahku.

"Begitulah," jawab tenangku.

Mungkin aku takut. Atau memang begitu. Perang akan terjadi besok, jalan kemenangan kami masih buram.

Tapi meskipun begitu... Aku harus menang. Meski berarti tubuhku akan remuk.

Jika aku kalah, aku akan kehilangan segalanya.

"Okey.." Gumam Reshia, tampak sedang merenung. Sejenak kemudian, seakan ia baru menemukan sesuatu, ia menatapku lagi.

"Boleh aku duduk?" Ia bertanya saat duduk disamping ku yang duduk bersila. "Bisakah kita berbicara sebentar?"

"Apa yang kau inginkan," ketus ku.

Seperti itulah kami memulai pembicaraan. Suaranya lembut, begitu lembut sampai suara itu seperti berasal dari paduan suara upacara hari kemerdekaan indonesia. Setiap lantunan kata-katanya bergema dalam dada bergetarku.
(Tl:-_-)

"...Dimasa lalu, ada seekor beast yang dikenal sebagai moonbeast," katanya.

Aku penasaran apakah ia mempunyai catatan dibalik kelopak matanya itu. Karna Aku tidak pernah mendengar ia tergagap ditiap kata-katanya. Setiap untaian kalimatnya benar-benar fasih dan jelas

"Beast itu dibenci oleh manusia, tapi tidak lama kemudian dia hidup bersama mereka," katanya.

Dongeng yang ia ceritakan adalah tentang seekor binatang yang memiliki hati manusia.

Tapi meski dia memiliki hati manusia, bulu tajam seperti jarum milik beast itu menyakiti kawan dan musuh-musuhnya.

Semakin binatang itu mencoba, semakin menyakiti kawan-kawannya. Dan semakin binatang itu berusaha, semakin dingin perasaan binatang itu.

Itu adalah cerita pendek.

"Tapi suatu hari, seorang gadis menunjukan kebaikan pada beast itu," kata Reshia.

Hasilnya adalah sebuah tragedi.

Jelas itulah yang akan terjadi. Ada banyak cerita yang sama dinegara ku juga.

"Tapi tentu saja, Moonbeast yang menyakiti sang gadis, merasa sangat sedih."

Saat ini, aku tiba-tiba merasa ingin menanyai reshia apa yang ingin ia katakan padaku.

"Saat itulah sang gadis memikirkan sesuatu."

Apa?

"Lalu bagaimana kalau kita mencabuti semua jarum-jarum yang ada."

Oi!?

Terkejut, aku sontak mengalihkan pandanganku dari bulan kembali ke Reshia.

"Dan begitu sang gadis dan Moonbeast tidak lagi perlu berjuang. Mereka bisa hidup bahagia selama-lamanya. The end,” kata Reshia sambil mengakhiri ceitanya.

"...cerita rombakan, huh." Ucap ku.

Gadis ini, ia baru saja merubah endingnya, bukan?

"Dan? Apa amanat dari cerita itu?" Tanya ku.

"Siapa yang tau?". Balas Senyum nya.

Hey, apa itu tidak salah? Bukankah kau seseorang dari gereja?

Setelah menerima respon seperti itu, aku hanya memandang senyum manis gadis ini dengan tatapan jengkel.

"Yah, itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Aku hanya membuat endingnya saja," ia mengakuinya.

Seperti yang diduga.

"Tapi... Aku lebih suka ending ini. Pendek dan juga tragis, tapi pada akhirnya, aku ingin semua orang bahagia. Tidak salah mengharapkan itu, benar?"

Apa mimpi gadis ini tidak tau kenyataan? Atau itu karena mimpimu terlalu berlebihan sampai kau dipanggil seorang saint?

"Mungkin," jawab ku.

"Jika kau bisa sedikit mengerti itu, maka ku pikir itu sudah lebih dari cukup untuk amanat yang kau tanyakan," kata Reshia sambil mundur untuk mengistirahatkan diri.

“Ahh…”

Tersenyum kecut, aku menatap bulan.

Kelihatannya, ia berusaha menyemangati ku.

Aku pikir apa yang ia coba katakan adalag: jika hasilnya pasti, maka kenapa kau tidak mencoba merubahnya dengan paksa? Atau semacamnya... Ku kira.

"Apakah kekhawatiranku tampak di wajahku?"

Aku mengusap wajahku, mencoba mengecek apakah benar, namun pada akhirnya, aku tidak bisa mengetahuinya.

Tapi... Hatiku menjadi lebih ringan.

Tidak terlalu buruk... Pelajaran dari seorang pengikut dewa.

Pada saat itu, api yang mati didalam diriku sekarang menyala.

Sebuah api yang disebut tekad, tekad untuk bertarung. Aku melupakannya beberapa waktu yang lalu, tapi sekarang aku mengingatnya dengan baik.

Saat aku mlihat bulan mengambang di langit malam, aku berterimakasih pada Reshia.

Dan kemudian aku tersadar.

"...paksa yah?"

Baiklah... Mungkin hanyalah mungkin, pasti ada kecempatan untuk menang.

Meski memakan waktu lama, tapi akhirnya, Dewi Kebijaksanaan, Hera, memberkahi ku.

Dari sini, aku berdiri dan pergi untuk membangunkan Gigi dan Giza.

(Tl: jika kau benar-benar tidak mengerti dibeberapa bagaian, maka kau harus membacanya ulang. Karna kupikir, aku juga merasakan hal sama. Tapi setelah read lagi. Aku sedikit mengerti.)

Comments