Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan dibawah ini
--------------
(16/08/2017)
TL; cuma gua baca ulang terus kalo ada yang kurang pas gua sesuain. sampe ch 7. sisanya esok esok.
Chapter 1: Kelahiran
Dimana aku?
Saat aku membuka mataku. Apa yang pertama kali menyambutku adalah kegelapan disertai rasa lapar menyakitkan terus menusuk-nusuk diriku.
Lapar? Bukan. Lebih seperti... "Derita kelaparan". Sebuah rasa lapar yang begitu hebat sampai itu seperti nafsu.
“Gigi.”
Aku... lapar.
Aku ingin mengatakan itu, tapi aku tidak bisa. Satu-satunya hal yang keluar dari mulutku adalah pekikan aneh.
Aku memejamkan mataku, tapi rasa lapar itu terus menyerangku, tanpa henti, tanpa jeda.
Aku terus memejamkan mataku. Aku tidak ingin membuka mataku. Karena itu terlalu menyusahkan.
“Gagururu!”
Tapi kemudian ada sesuatu... Aku mendengar sesuatu. Semacam suara dari suatu tempat tidak jauh dari sini.
“Gi?”
Suara itu perlahan mendekat, dan akhirnya berhenti didepanku. Lalu aku merasakan sesuatu mengenaiku. Sesuatu yang lembut dan lunak, dengan bau menjijikan.... Daging. Ini daging!
karena rasa lapar ini, aku tidak memikirkan daging macam apa itu. Dengan rakus, aku membawa daging tersebut ke dalam mulutku dan menguyahnya dengan gigiku.
Enak!
Hahahaha! Ini Enak!
Aku tidak tau daging macam apa ini, tapi ini Enak! Ini Jauh melebihi apapun yang pernahku rasakan.
“Gigi– – – gigigi!”
Sebelum aku tau apa itu, aku sudah memakan semuanya.
– – – Lagi! Aku ingin lagi!
Ini tak cukup! Aku ingin lagi! Lagi! Lagi! Lagi!
Rasa ketidakpuasan dalam diriku semakin menjadi-jadi ketika nafsu makan ku terus meronta-ronta meminta daging.
Tiba-tiba saja, sesuatu menggenggam diriku. Itu memegang leherku dari belakang, dan mengangkat ku keatas.
“Gi?”
Jika aku bisa melihat keatas sekarang, maka aku akan tau apakah itu adalah tangan makhluk besar yang sedang mencengkramku atau hal lain.
Tapi saat aku merasakan angin menyentuh kulitku. Cahaya terang secara perlahan memenuhi pandanganku. Ketika cahaya itu menyinari ku, aku dipaksa untuk menyipitkan mata. Ini terlalu terang, pikir ku.
Cahaya yang memasuki mataku rasanya seperti api, begitu terang sampai seakan-akan itu bisa membakar mataku. Mungkin Jika aku perlahan-lahan membuka mataku, maka aku seharusnya bisa....
“Gigi?”
Ketika aku akhirnya bisa membuka mataku, apa yang ku lihat adalah, Hutan berkabut. Kemudian aku menyadari, bidang penglihatanku sedang berguncang.
Aku penasaran sudah berapa lama ini, sudah berapa lama sejak terakhir kali aku dibawa seperti ini.... 20 tahun lalu? Tidak, bahkan sebagai seorang bayi, aku akan membawanya lebih... Lebih normal lagi. Maksudku manusia dari awal adalah...
Saat aku bertanya-tanya siapa yang memperlakukanku begitu kasar, aku menggeser mataku. Tapi apa yang aku lihat sungguh sangat mengejutkan diriku.
Apa yang mengayunkan ku kesana-kemari seperti seorang anak, adalah sesuatu yang aku tidak habis pikir pantas menjadi sebuah lelucon. Itu adalah Seekor Makhluk besar berbadan hijau.
“Gi?”
Tidak.... Entah bagaiamana kau melihat itu. Itu....
Itu bukan manusia.
Dengan kata lain... Itu Adalah itu.
Mungkin karena kekurangan kosakata atau hal lain, tapi aku tidak bisa memikirkan Kata yang tepat selain... Goblin. Ya, seekor Goblin.
Wajah mengerikan. Berbadan besar, kerdil, dan berkulit hijau.
Ya. seekor Goblin. Itu pasti Goblin.
Saat aku menggumamkan itu pada diriku sendiri, Goblin itu berbalik dan menatapku dengan wajah yang hanya bisa ku gambarkan sebagai kata menjijikan.
Sial aku akan mati, pikirku saat aku menelan ludah.
Monster hijau ini sangat mengerikan. Tatapannya saja cukup membuatku merasa mendekati kematian.
Namun, alhamdullilah, dia hanya melirikku sebelum berjalan kembali.
Dia terus berjalan hingga akhirnya kami meninggalkan Hutan kabut. Setelah itu, dia dengan lembut meletakanku ditepi danau yang indah.
"Makanan. Tangkap. Tidak bisa, mati."
Setelah Goblin mengatakan itu padaku, dia berbalik dan berjalan menjauh. Melihat Goblin itu dari belakang, aku sadar dia punya Senjata yang terlihat seperti Gada satu-tangan dipunggungnya.
Makanan?
Apa dia membicarakan daging tadi? Tapi sebenarnya daging macam apa itu?
Namun apapun itu, aku tidak punya keinginan untuk melawan seekor Monster. Jadi untuk sekarang, sebaiknya aku menyegarkan diri dengan Air Danau disini.
Btw, ini aman diminum... Kan?
Sepertinya, memuaskan dahagaku dapat mangalihkan rasa laparku.
Sekarang, apa yang harus ku lakukan? Haruskah aku berlari? Tapi masalah terbesarnya adalah aku tidak tau apa yang sedang terjadi.
Sambil memikirkan itu, aku dengan tenang menatap permukaan air. tiba-tiba, pikiranku berhenti.
“Gi?”
---Ah?
Kenapa ada disana? Wajah menjijikan itu, Monster hijau besar itu, tercermin dipermukaan air.
“Gigi?”
---Ah?
Aku bisa melihatnya. Itu sama, jelek dan berkulit hijau.
“Gigi?”
---Aah?
Menatap refleksi itu, aku menggerakan tanganku. Bagaikan cermin, bayangan refleksi itu meniruku, dan bayangan itu menangkupkan tangannya ke pipi...
"Mustahil," pikirku.
Tidak mau menerimanya, aku menyentuh wajahku berulang kali. Merespon, refleksi diair bergerak dengan cara yang sama persis.
Aku memasukan tanganku kedalam air, dan mengguncangnya. Riak bergelombang yang menabrak refleksi menghilangkannya sejenak.
“Gigi? Gu?”
---Aku? Seorang Monster?
Masih tidak percaya, aku melihat tanganku.
Itu sama, mengerikan dan berwarna hijau. Bisakah orang-orang menyebut ini manusia? Jika iya, maka tangan anjing atau babi bisa dianggap sebagai manusia.
Saat aku menyentuh wajahku dengan tangan kasar ini, aku menatap refleksi air lagi.
“Gigi.”
– – – Monster.
Tidak. Aku mencubit wajahku, aku menariknya, aku memutarnya, aku menggaruknya, apapun, hanya untuk berharap, berharap monster itu bukan aku.
Pada akhirnya, tidak terjadi apa-apa. Tidak ada secercah harapan untuk permohonan itu.
“Gugugugu.”
– – – Kukukuku
“Gya– gaggugugu!”
– – – Ahahahaha.
Aku hanya bisa tertawa.
Lawakan absurd macam apa ini? Apakah ada yang bisa menjelaskan ini? Aku seharusnya menjalani hidup tanpa sedikitpun masalah. Dalam beberapa tahun aku juga akan mendapat pekerjaan.
Namun... Kenapa?
Seorang Monster? Bagaimana bisa? Apa ini mimpi?
Sesudah aku tertawa sampai kering, apa yang meletus didalam diriku berikutnya adalah kemarahan.
Kenapa?
Sebuah kemarahan yang seorangpun tidak punya jawabannya.
Aku mengalihkan mataku dari permukaan air dan memukul tanah.
Rasa dari tanah. Sensasi rumput. Dan bahkan getah dari gigitan kutu yang baru saja aku hancurkan. Semua itu menghujani ku, berteriak kepadaku, kebenaran dari kenyataan sialan ini.
“Gigurua!!”
Aku ingin berteriak. Tapi apa yang keluar dari tenggorokanku hanyalah suara asam yang bahkan tidak bisa menggucapkan satupun Kalimat.
Sesuatu seperti ini hanya bisa disebut tangisan hewan buas, atau mungkin, itu tidak ada bedanya dari raungan bayi hewan yang baru lahir.
Tapi alasan kenapa aku berteriak, itu karna insting.
Aku lapar.
Aku ingin makan, namun... Apa ini Hasrat?
Sambil memejamkan mata, aku menenggelamkan wajahku kedalam air, dan dengan rakus meneguknya.
Tenggorokanku bergetar saat aku meminumnya sampai memenuhi perutku. Kemudian aku memisahkan diri dari danau, dan berbaring diatas tanah.
Sinar matahari yang membakar tubuh dan mataku sangat menyebalkan. Bangsat, Aku seperti orang bodoh saja.
Lebih baik Aku tidur.
Aku berlindung di bawah naungan pohon. Itu tidak rimbun, tapi setidaknya bisa mengurangi sinar matahari menjengkelkan itu.
Kemudian, aku menutup mataku. Terimakasih pada air yang kuminum, entahbagaimana aku bisa meredakan rasa lapar takterpuaskanku.
Kalo begini, aku bisa tidur secepatnya.
△▼△
Ketika aku membuka mataku, hari sudah gelap.
“Gi.”
---Sial.
umpatku saat membuka mata.
Seperti yang diduga, yang keluar hanya suara erangan yang takdapatdimengerti. Aku mencoba mengangkat tanganku. Tentu saja, itu adalah tangan hijau jelek dengan beberapa gundukan disana sini. tidak seorangpun bisa menyebut itu cantik.
“Gi– – – ?”
– – – Hey?
Saat aku meninggalkan hutan berkabut, aku melihat langit malam. Bang! Seolah-olah petir baru menyambarku.
Dilangit yang bercahayakan bulan purnama.
Tapi yang menggantung dilangit jauh lebih besar dari yang aku ingat. Selain itu, ada dua disana. Seperti kilatan petir, aku tiba-tiba mengingat sesuatu yang pernah aku baca dari sebuah light novel. Sebuah Dunia yang berbeda.
Dalam cerita itu, orang-orang dipindahkan dari dunia mereka ke dunia lain, dimana mereka diberikan Kekuatan spesial. Orang-orang itu menjadi pahlawan dan mereka menundukan Raja iblis.
Ya, itu salah satu akhir klise bahagia.
Aku tidak banyak mengingat cerita itu, tapi...
Karena di dalam situasi yang sama, untuk pertama kalinya, aku terus mengeluarkan keringat dingin.
Tapi tetap saja... Untuk mengambil kemanusiaanku. Apa ini salah satu kejahilan tuhan? Konyol.
Konyol sekali. Meski aku berpikir keras, apa ada yang akan berubah? Pada akhirnya aku masih seekor monster jelek.
Aku lapar.
Dalam perenunganku, insting didalam diriku semakin meronta-ronta, dan rasa lapar takterpuaskan sekali lagi menyerangku dari dalam.
Tanpa sadar, rasa lapar itu melumpuhkan pikiranku. Amat sangat sampai mataku mulai gencar kesana kemari mencari makanan.
...Apapun itu, lebih baik aku meminum air dulu.
Setelah memenuhi perutku, aku berdiri. Ini seharusnya sudah cukup untuk saat ini.
Untuk sekarang, mengenai keadaan dan pertanyaan apakah aku bisa pulang atau tidak, Aku bisa memikirkan itu nanti.
Jadi, utamakan rasa laparku dulu.
Daging, aku ingin makan daging. Daging
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Aku ingin makan.
Sekarang aku menyadarinya, aku bisa melihat dengan baik didalam kegelapan. Aku kira ini salah satu keuntungan menjadi monster.
Mataku mulai berayun kesekitar, mencari mangsa.
Dalam sekejap sebuah bayangan hitam bergerak memasuki bidang penglihatanku, seketika itu aku langsung berlari.
“Gurua!”
Bergerak didalam semak-semak, itu adalah kelinci.
Ia mencoba melarikan diri segera setelah menyadari ku. Tapi, mengejutkannya, aku bisa melompat dengan kekuatan yang hebat, memungkinkanku memojokan kelinci itu.
Dan disana, tanpa sedikit pun keraguan, aku mencekiknya sampai mati.
Membuka mulut lebar-lebar, aku membawa kepala tak bernyawanya itu ke dalam rahang ku, dan menenggelamkan taringku ke lehernya. Darah mengucur dari bulu dimana aku memasukan taringku. Aku menjilati darah mengalir itu dan menikmati setiap bagian binatang itu.
Ah, lezat gila.
Aku memamah tempurung kepalanya dan cairan tubuh kelinci menyembur. Dan saking enaknya, aku menghirupnya, mengirim kenikmatan itu keseluruh tubuhku.
Dengan cara ini, aku bisa menahan rasa laparku. Kemudian aku mengingat sesuatu.
Bukankah ada cerita tentang seorang pria yang menjadi Harimau?
Previous chapter - List - Next chapter
Comments
Post a Comment