Skip to main content

Goblin Kingdom - Chapter 8: Pengacau

 Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan dibawah ini



 --------------

Chapter 8: Pengacau

[Race]: Goblin
[Level]: 32
[Class]: Noble; Ketua Kelompok
[Possessed Skills]: ] <<Commander of a Group>> <<Defiant Will>> <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship C->> <<Avarice>> <<Wandering Soul>>
[Perlindungan ilahi]: Dewi Underworld, Altesia
[Atribut] Kegelapan, kematian.

Dengan ancaman yang sudah sirna, aku mulai merumuskan rencana tentang bagaimana memperluas daerah kami.

Sekarang, didaerah sekitar Bangunan yang ditinggalkan mampu menyediakan lebih dari cukup makanan bagi kami untuk hidup. Ada juga sebuah danau, jadi kami tidak akan kekurangan air dan tentu tidak kekurangan hewan untuk diburu.

Namun, mimpi ku bukanlah sesuatu yang akan berakhir di tempat terpencil seperti ini. Meski aku mengumumkan diriku sebagai raja di sini, hanya sekitar 50 goblin berada dibawah kuasaku.

Itu tidak cukup. Itu tidak cukup sama sekali.

Aku bahkan tidak tahu di dunia mana aku berada.

Ada manusia didunia ini, jadi harusnya ada eksistensi lain yang hidup disini yang memegang sebagian daerah milik kami.

Entah eksistensi itu Dragon, manusia, atau mungkin sesuatu yang lain.

Hal pertama yang harus diketahui ialah memahami geografis daerah sekitar. Seberapa jauh hutan ini? Apakah ada sesuatu di luar hutan? Dan mana saja daerah berbahaya didalam hutan?

Dalam rangka mengumpulkan informasi, dan agar membuat mereka mengerti apa yang disebut organisasi, aku harus mendidik para goblin.

Dan begitulah aku membuat goblin bekerja dalam grup tiga-orang, dan membiarkan mereka berburu dengan cara itu.

Setiap tiga goblin laki-laki akan bekerja sebagai sebuah kelompok, memburu mangsa dengan perangkap dan alat-alat lain.

Pada saat yang sama, aku hanya mengizinkan persetubuhan dengan Goblin perempuan pada grup tiga-orang yang mencapai hasil yang terbaik.

Mungkin itu karena rasa kemanusiaan ku masih ada dan karena aku gagal untuk merasakan belas kasihan apapun terhadap goblin perempuan.

......Apa aku harus senang dengan ini?

Aku teringat daerah yang pernah kutinggali sebelumnya, dimana batas-batas area yang tidak bisa dilalui dengan berjalan kaki. Itu area yang relatif aman dengan banyak perangkap yang sudah dipersiapkan.

Setelah memberi perintah perburuan pada Gigu dan Giga, aku pergi menjelajahi daerah yang masih belum diselidiki.

Ketika memasuki daerah hutan yang belum terjamah, hal pertama yang sebaiknya ku periksa adalah sekitar danau.

Jarak dari Desa ke danau dengan berjalan adalah setengah hari. Untuk equipment, semua yang aku punya ialah Pelt Armor yang kami dapat dari mengalahkan Orc, dua long sword, dan sebuah dagger.

Itu mungkin terlalu ringan, tapi aku harus meningkatkan keseluruhan kekuatan kelompok, jadi mau bagaimana lagi jika inilah semua yang aku miliki.

Aku sudah memberikan semuanya yang terlihat berguna untuk para goblin, dan aku menjelajahi sekitar danau karna keinginanku sendiri, jadi itu harusnya takmasalah.

Bersembunyi disemak-semak, aku mencari musuh.

Sekarang aku lebih dari siap untuk melawan Orc, tapi mungkin ada makhluk yang lebih kuat dari ku di hutan ini. Seperti Giant spider, atau Orc langka yang aku belum pernah lihat sebelumnya, atau mungkin seekor Lizard man. Dan juga ada kobold. Mereka lebih lemah dari goblin, tapi mereka cukup merepotkan jika mereka bekerja sama. Aku belum melihat satu pun sebelumnya.

Tapi lebih dari itu, apa yang benar-benar mengganggu ku adalah kenyataan bahwa aku tidak mempercayai goblin.
Dengan kata lain, aku selalu hidup dalam ketakutan akan pengkhianatan mereka.

Bagaimanapun juga, mereka hanyalah hewan buas. Meski mereka berbicara seperti manusia, dan mencoba hidup seperti manusia, mereka bukanlah manusia.

Itulah sebabnya ada hal-hal yang mustahil mereka mengerti. Dan tidak aneh sama sekali bagiku mencari tempat yang sesuai untuk aku tinggali.

Dengan melompat, aku memojokan musuh yang kuat dan membunuhnya. Tak lama kemudian aku menyadari bahwa aku tidak ingat apa-apa kecuali sensasi gembira.

Dan seperti halnya aku menusuk mereka, aku merasakan kepala ku tersakiti bertubi-tubi hingga rasanya itu seperti akan meledak.

Sensasi yang taktertahankan.

Aku berubah menjadi Monster. Aku bisa merasakannya.

Aku bisa melihat ilusi dalam pikiranku berusaha menyatu kedalam tubuhku.

Tanpa garis yang jelas, itu seolah-olah menyeretku menuju suatu tujuan.

Mengganggu sekali, aku menggertakan gigiku.

Ini tidak lucu.

Aku akan menjadi seorang raja dengan kehendak ku sendiri!

Aku akan memerintah semua monster!

Aku akan memerintah semua orang!

Dan... Dan…

◇◆◇


Saat pikiran-pikiran itu berputar-putar dikepalaku, makhluk pertama yang aku lihat di dalam hutan memasuki penglihatanku.

Seekor kelinci berlapiskan armor tanah. Aku menatapnya ketika dia memimpin lima kelinci lain untuk makan rumput.

–––– Sekarang, aku jadi kepikiran. Aku kelaparan.

Tiba-tiba rasa laparku muncul, aku secara perlahan memperpendek jarak antara mangsaku dan diriku.

Sedikit demi sedikit, aku merangkak menuju Kelinci armor itu. Kemudian tiba-tiba saja telinganya berkedut, dan ia melihat kesekitar.

–––– dia menyadariku!

Ketika aku memikirkan itu, aku langsung berlari.

Berlari secepat mungkin, aku mengayunkan pedangku menuju mangsa.

Tapi, seakan mereka tau pedangku akan datang, para Kelinci armor berlari dengan menyebar.

Mengarah pada kelinci yang masih kecil, aku menahan keinginanku untuk mengayun pedang, dan melompat sekali lagi.

Saat Kelinci itu bersiap kabur, aku melemparkan pukulan yang cukup kuat untuk melubangi tanah. lehernya terbang, bunga darah mekar, dan ia terbaring tak bernyawa diatas tanah.

Aku mengambil tubuhnya dengan tanganku, dan menggigitnya melalui armor kelinci kecil itu. Gigiku tenggelam ke dalam, tapi sungguh, itu sangat keras.

Pada tingkat ini taringku mungkin akan hancur, jadi aku menggunakan Daggerku untuk menanggalkan Armornya dan hanya memakan dagingnya.

Meski kecil, rasanya daging ini akan segera habis setelah aku melepas gigiku. Dan semua yang tersisa adalah rasa lelah.

Menyarungkan pedang ku, aku mencoba mengunyah tulang kecil yang tersisa, tapi gigi ku tidak menyanggupinya. Aku mengamati armor kelinci itu.

Leher berlumuran, bisa terlihat bahwa satu-satunya bagian yang armornya lebih tipis ada di leher.

Sepertinya keberhasilan perburuanku hanya karna sedikit beruntung. Jika aku menghantam armornya, pedang ku mungkin akan terpental.

"Fumu"

Tanpa sadae aku menghela napas. Tidak usah memikirkan ini lagi. Selain itu, aku ingin tahu apakah bisa menggunakan ini sebagai Armor.

Namun, agar bisa melakukan itu, seorang spesialis dengan pengetahuan menjahit dan kemampuan untuk membentuk ini menjadi bentuk yang akan melindungi tempat vital sangat diperlukan.

Aku mencoba memotong bagian yang dibutuhkan dengan pisau kecil, tapi itu tidak berjalan dengan baik. pekerjaan halus semacam ini benar-benar tidak cocok dengan tangan goblin.

Sepertinya aku harus mendapatkan manusia untuk membuat ini.

Akhirnya, aku memutuskan membawanya ke rumah karena mungkin akan sangat berguna dikemudian hari. Aku membuka lubang dibagian pelt armor, memasukan tali, mengikatnya, dan
membawanya dipunggungku.

──Baiklah, ayo pergi.

Berjalan melalui semak-semak, aku mengamati danau saat matahari mulau terbenam.

Rampasan ku untuk hari meliputi tiga pelt armor Kelinci, taring dan kulit dari buaya bersayap yang disebut shape alligator.

◇◆◆


Saat aku kembali, ada keributan di desa.

Aku mengerutkan alis ku saat meluhat keributan itu, dan berseru.

"Ada keributan apa ini?"

"Raja!"

Goblin tua dengan hormat membungkuk kepada ku, tapi tampaknya dua dalam keadaan gembira.
"Ada manusia. Manusia datang ke dalam hutan."

Entah kenapa, sebenarnya ini cukup mengganggu.

“Berapa banyak? Apa equipment mereka?”

Giga melangkah ke hadapanku.

"Enam manusia. Dua dengan kapak, dua dengan pedang, satu tombak. Perempuan ada dua. "

Ini terlalu cepat. Aku tahu kami pada akhirnya harus melakukan kontak dengan manusia, tapi ini terlalu...

Selain itu, aku tidak tahu apa tujuan mereka.

Mengapa mereka kesini? Apa untuk menundukkan kami? Tidak, itu tidak seperti kami telah melakukan...

Pada saat itu, aku teringat pada perempuan yang diculik.

Jika itu tujuan mereka, maka mereka tidak diragukan lagi adalah musuh. Juga ada kemungkinan mereka datang untuk menyelidiki.

Apa yang harus dilakukan? Apa yang harus kulakukan!?

Apa aku harus melakukannya? Tapi meski aku mengalahkan mereka sekarang, mereka akan kembali. Apa yang paling sulit dari manusia adalah mereka bisa terus menerus menyerang kami.

Aku manusia, jadi aku tau itu. Jika manusia sudah diarahkan oleh kebencian, kedengkian atau rasa takut, maka dengan keuletan mereka, mereka akan bersedia menyerang melalui segala medan.

Lalu apa aku harus lari? Dimana? Sebuah tempat yang aku bisa lari bersama bawahanku, apa ada tempatnya?

Meski kami pergi malam hari, tapi bisa saja Giant spider menyerang kami, dan menyebabkan korban takdiperlukan.

Apa Yang Harus ku lakukan? Apa yang haru ku lakukan!?

"Raja, perinta anda."

Aku melirik bawahanku, Goblin tua, dan merenung. Aku bisa saja meninggalkan orang-orang ini.

"Apakah manusia pernah memasuki hutan sebelumnya?"
Goblin tua melipat lengannya dengan rasa penasaran melihat aku.

"Manusia tersesat di hutan beberapa kali dalam setahun."

Beberapa kali dalam setahun? Itu tidak terlalu buruk. Sudah satu bulan sejak aku dilahirkan ke
Dunia ini.

Jika aku bisa membeli setidaknya waktu satu bulan, aku seharusnya bisa tumbuh lebih besar dari aku yang sekarang.

"Kita akan membunuh manusia. Gigu, bersiaplah. Giga, terus berjaga saat kami pergi."

Membawa 40 goblin denganku, aku berlari menuju hutan.

Dibawah senja, kami bergerak secepat mungkin sambil memastikan tidak ada Giant spider dan
Giant skink lizards.

Mampu mendekteksi lokasi manusia itu berkat penglihatan malam ku yang diperkuat oleh class, dan tentu saja lebih kuat dari goblin biasa.

Para manusia berjalan dengan obor di tangan mereka sambil berseru.

Mengetahui lokasi manusia, aku memerintahkan goblin untuk tenang dan mengambil beberapa
batu. Kemudian aku menajamkan telinga ku untuk mendengarkan manusia.

"Finra, katakan sesuatu!"

"Di mana kau !?"

Mereka tampaknya mencari seseorang.

Dua pria membawa kapak yang berada dipunggung mereka, tapi tampaknya mereka tak paham cara bertarung. Kontras dengan itu, pria dan wanita yang membawa pedang itu memancarkan aura berbahaya.

Tapi apa yang aku tidak bisa mengerti adalah dua yang ditengah. Seorang pria dan wanita yang mengenakan baju keagamaan.

Aku gagal melihat seberapa kuatnya mereka, tapi hidung ku mengatakan pada ku bahwa kedua-nyalah yang paling berbahaya. Kau juga bisa mengatakan bahwa aku hanya merasa gelisah. Tapi keduanya memberikan atmosfhir aneh.

Pria itu mengeluarkan aura menyenangkan, sementara gadis itu memberikan aura kesucian yang luar biasa. Itulah jenis kekuatan tersembunyi yang aku bisa lihat di dalam kedua orang itu.

Aku tidak antusias pada awalnya, tapi sekarang mangsa ada di sini, wajahku membentuk senyum.

Dengan bawahan ku yang bersembunyi, aku muncul di depan enam manusia itu dan berdiri di
tengah jalur mereka.

"Apa keperluanmu, manusia?

Agar bisa melihat reaksi mereka, aku menanyai mereka sambil menggunakan <<Overpowering Howl>> pada saat bersamaan.

Karna itu, dua pria yang membawa kapak dan swordsman perempuan goyah.

Tapi biarawan, biarawati, dan swordsman laki-laki tampaknya tidak terpengaruh sama sekali.
Suara marah dari <<Defiant Will>> ku berseru dari dalam jiwa ku.

"Mengapa ada goblin high-rank di sini!?"

Swordsman laki-laki membuka matanya lebar. Dan kedua penguna kapak perlahan mulai mundur.

“Dia bahkan bisa berbicara bahasa manusia… dia pasti high-rank, hati-hati!”

Teriak biarawan, sambi melangkah maju melindungi biarawati. Aku dengan tenang mengamati gerakan masing-masing manusia.

“Umm… jika kita bisa berbicara, maka kita mungkin bisa----"


Saat kupingku berkedut keika mendengar bisikan sang biarawati, biarawan bertentangan.

“Mustahil. Itu monster kau tau!"

Tampak sudah ditekan oleh opini semua orang, biarawati itu dibuat mundur. Saat aku meliriknya, aku menyimpulkan bahwa ia bukanlah kekuatan utama dari grup itu, bukan, malah dia adalah titik lemahnya.

"Keifen, bisa aku menyerahkannya pada mu?"

Menanggapi kata-kata biarawan itu, Swordsman laki-laki melangkah maju. Aura berat mengalir keluar dari orang itu. Laki-laki itu tampaknya Swordsman yang berpengalaman.

Tapi dia masih terlihat berusia dua puluhan... atau dia tiga puluhan? Pria itu memegang Pedang tebal yang membutuhkan dua tangan untuk membawanya.

"Jangan membenciku, ini adalah takdir!"

Sememtara aku sedang berpikir, dia bersiap membawa pedang besar bermata dua dibahunya, pria itu langsung memperpendek jarak dari sepuluh langkah ke nol dengan berlari penuh takut.

── Tidak bagus!

Menyimpulkan itu dalam sekejap, aku segra mengambil langah mundur sambil melemparkan dagger ku. Pedang laki-laki itu menghantam tempat aku berdiri tanpa sediktpun meleset, membuat lubang besar ditanah.

Lubang itu cukup besar untuk seekor goblin memenuhinya, menyebabkan ku kaget sesaat.

── Apa ini kekuatan manusia?

Dagger yang aku lempar hancur menjadi dua, tersebar di samping Swordsman.

Berniat membantu, cahaya samar mulai menyelimuti tubuh Swordsman itu sementara biarawan dibelakangnya membentuk sihir sambil menggumamkan sesuatu.

“Jadi emang gk bisa diajak ngomong yah?"

Kalau begitu, tidak ada pilihan lain selain bertarung sebagai monster demi diriku. Manusia melawan hewan buas, jika ini semacam setting, maka....

Aku harus punya gaya bertarung yang cocok.

“Lakukan.”

Aku berseru dengan <<Overpowering Howl>>, memerintahkan bawahanku untuk melempar batu.

Meski itu hanya segerombol batu, merasakan batu seukuran kepalan tangan dilemparkan pada mu dari semak-semak dikedua sisi secara bersamaan bukanlah sesuatu hal yang menggelikan.

Batu-batu berterbangan satu demi satu. Dan beberapa dari mereka mengenai kedua laki-laki pemegang-kapak, membuat mereka takberdaya.

“Zeon-sama!”

“Reshia-sama!? Gawat!”

Meski kaki biarawan terluka. Swordsman perempuan melindungi biarawati saat ia berteriak, sementara Swordsman laki-laki sejenak kehilangan fokus.

Namun, aku tidak akan melewatkan hal yang aku tunggu-tunggu.

Aku menekan diriku sendiri ke tanah dengan semua kekuatanku, berusaha berlari secepat mungkin. Kemudian aku meraih wajah Swordsman yang berubah takut, dan mengayunkan pedangku dalam sekejap.

Aku merasakan pedangku masuk kedalam dagingnya ketika kecepatan pedangku berkurang. Dan dengan satu kaki kanannya tersisa, setengah tubuhnya menjadi titik tumpu berdiri.

Pada saat yang sama aku menatap Swordsman, aku mengayunkan pedangku sekali lagi dari belakang, mengincar lehernya.

“Ku… Tuhan berkatilah hamba dengan perlindungan engkau (Shield)”

Respon biarawan itu terlalu lambat, namun tiba-tiba sebuah dinding memanjang mengelilingi mereka. Ini mungkin yang disebut sihir. Berbentuk setengah-lingkaran, dinding takberwarna berdiri diudara menahan batu-batuan, menyebabkan batu hancur dan menyebar disekitar dinding.

Sayangnya, darah sekali lagi menyembur dari dalam membran itu. Tubuh Swordsman perlahan jatuh ketanah. Dengan jeritan menggema sebagai iringannya, aku mengangkat pedangku sekali lagi. Biarawan segera menghadangku.

“Lili, bawa Reshia denganmu dan lari!”

Sebuah bola api terbentuk ditelapak biarawan.

"Tuangkan karunia Tuhan kepada api! (Fire Ball)."

Gumpalan api seukuran kepalan tangan terbang lurus mengincar kepalaku.

Ketika itu mendekat, aku langsung menghindarinya dan pada saat yang sama aku membungkuk berlari seperti binatang, dan bergegas menuju biarawan.

Dengan sikap menunduk, aku menyerangnya dengan posisi merangkak.

“Kau, monster…”

Pedang-patah ku meraup isi perut biarawan, menembus punggungnya melalui rongga perut. Biarawan yang mengeluarkan hinaan saat darah keluar dari mulutnya. Tapi biarawan terus memblokir jalan ku, dan aku bisa melihat apa yang bisa disebut fanatik agama di matanya.

"Kami adalah murid-murid Tuhan. Quiv'r tidak akan mati. Pimpinan setan-"

Tidak dapat menahan diri dari ujaran itu, aku menusuk biarawan dengan pedangku dan mencungkil isi perutnya.

Biarawan itu menjerit seakan jiwanya baru saja ditarik.

Tepat sebelum tuhannya memanggil jiwanya, aku memutuskan untuk memberikan penghormatan ku. Aku membawa mulutku kedekatnya, dan berbisik ditelinganya dengan suara yang cukup lirih sampai hanya dirinya sendiri yang mendengar.

"Kau tahu enaknya dari seorang gadis? Aku membunuhnya saat aku bermain dengannya."

Biarawan itu membuka matanya ketakutan saat dia menghembuskan nafas terakhirnya. Siapa perempuan yang dia pikir, aku penasaran.

Aku menarik Pedang ku dari biarawan tak bernyawa dengan semua kekuatan ku. Dan dengan sebuah ayunan, gumpalan darah yang menempel dipedang semuanya pergi.

Gumpalan darah itu menyebar kearah wajah swordsman perempuan yang sedang melindungi biarawati itu.

Gemetar, Swordsman perempuan itu mengacungkan pedangnya padaku. Saat aku melihat itu, aku secara taksadar menunjukan senyum kejam.

◆◇◇◆◆◇◇◆

Item: memperoleh Iron Second (Large Steel Sword)
[Level]: meningat dari 32 -> 43
[Skill]: Swordsmanship C- meningkat menjadi C+


Comments

Post a Comment