Skip to main content

Goblin Kingdom - Chapter 43: Bertemu Dewi, lagi

------------------------------------
 Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan diblog kami
------------------------------------

Chapter 43: Bertemu Dewi, lagi

[Ras] Goblin
[Level] 62
[Class] Duke; Ketua Kelompok
[Possessed Skills] <<Horde Commander>> <<Insurgent Will>> <<Overpowering Howl>> <<Swordsmanship B->> <<Insatiable Desire>> <<King’s Soul>> <<Ruler’s Wisdom I>> <<Eyes of the Blue Snake>> <<Dance at Death’s Border>> <<Red Snake’s Eye>> <<Magic Manipulation>> <<Soul of a Crazed Warrior>> <<Third Impact (The Third Chant)>> <<Instinct>>
[Perlindungan Ilahi] Dewi Underworld (Altesia)
[Atribut] Kegelapan; Kematian
[Bawahan Beasts] High Kobold (Lv1) Gastra (Lv1) Cynthia (Lv1)
[Abnormal Status] <<Charm of the Saint>>

Apa yang terlihat didepanku adalah pemandangan yang pernah kulihat sebelumnya.

"Bagaimana perasaanmu, bocah?"

Tidak ada orang yang memanggil ku seperti itu selain Altesia.

"Untuk sekarang, sangat buruk, kurasa."

Aku harus bernada kasar ketika menghadapi orang ini.

"Kau menjadi cukup tampan, bukan?"

Sindiran?
Dewi underworld menyipitkan matanya dan lembut berkata

"Dan, Apa itu berjalan dengan baik?"

Itu?

"Penaklukan dan menguasai mu itu loh."

Kau membuat kemajuan bukan? Atau begitu yang dikatakan senyumannya.

Selain pesona menggoda dewi itu, ia juga melepaskan pesona seperti anak kecil tidak berdosa. Merespon itu, aku mengaktifkan <<Insurgent Will>>

"Yah, itu berjalan dengan baik."

Seperti biasanya, dewi itu punyabbanyak ular disekelilingnya. Ia juga mengenakan toga berwarna putih yang pernah ia kenakan. Dan bahkan patung-patung iblis berjejer disekitarnya sama persis seperti sebelumnya.

Jika tempat ini benar-benar dunia bawah, well... Bukankah ini terlalu mudah untuk masuk dan keluar dari tempat ini?

Dewi yang duduk ditahtanya memancarkan aura bermartabat dan tekanan, itu sesuai untuk seorang penguasa dunia bawah.

Apa ia puas dengan jawabanku? Atau mungkin tidak?

Kedua mata emasnya menyempit hingga seperti mata ular. Sementara kulit putih saljunya seperti biasa, begitu cantik, seolah seorang pemahat dengan segenap jiwa yang memahat tubuhnya. Dan ia melipat tangannya, menempatkan dagu sempurnanya diatasnya sambil menatapku.

“Hmm~ kurasa ini artinya bukan ide buruk memberikannya padamu."

Memberikan?

"Apa yang kau bicarakan?"

Seoah-olah puas dengan dirinya sendiri, dewi underworld tersenyum seperti anak kecil yang puas akan kejahilannya sendiri.

"Aku membicarakan soal Perlindungan Ilahi. Pengacaunya telah melemah baru-baru ini kan?"

Jadi ia membicarakan tentang dewi healing.

"Maksudmu, kebusukan mu itu."

Aku dengan sengaja memprovokasinya. Jika ia terus bertingkah menggodaku, aku mungkin akan menjadi mangsa bagi pesonanya.

Bicara padanya lebih mudah saat ia marah.

"Kau sungguh pintar. Kau lebih memilih memprovokasiku untuk melemahkan pesona yang kau terima dari Perlindungan Ilahi, tapi sayangnya, aku tidak berniat begitu."

Berlawanan dengan itu, kegembiraannya membuatku merasa kesal.

"Apa yang kau rencanakan?"

Perlahan, nafasku menjadi berat.

Tapi meski begitu, aku terus melawan sambil mempertahankan amarah.

"Tidak ada... Untuk saat ini." Katanya sambil tertawa kecil. "Hanya saja, ini sudah lama, jadi aku ingin bicara dengan mu."

Jangan berbohong!

"Ya ampun, menggelikan. Aku ngomong yang sebenarnya loh."

Ia menatapku dengan tatapan seorang ibu yang puas melihat anaknya, tidak, aku rasa lebih seperti Yang kuat melihat Yang lemah. Tawa keras dewi underworld bergema didalam benakku.

"Juga, kelihatannya kau menjaga itu dengan baik. Hal yang kuberikan padamu itu loh."

*Thump

Tiba-tiba, ular hitam yang melingkar ditangan kanan ku berdenyut, merespon suara masternya.

"Bahkan Pitch Black (Verid) kelihatannya mulai menyukai mu. Untungnya aku menyerahkannya padamu."

Pitch Black (Verid)… apa itu nama ular yang melingkari tangan ku ini?

"Yap. Seekor ular manis yang ku ciptakan. Aku rasa kau bisa menganggapnya sebagai kakak mu untuk sepanjang waktu."

Berhenti bercanda. Aku tidak ingat kau pernah melahirkanku.

“Ha ha ha… Well malah bagus kalau kau teringat hal itu."

Sambil kami bicara, sesuatu terlintas dibenakku. Aku tidak merasakan tekanan yang sama aku rasakan ketika kami terakhir bertemu. Kenapa?

Ia tidak mungkin hanya ingin bicara dengan ku kan?

"Kalau kupikir, aku masih belum mendengar alasan kenapa kau bertarung. Apa anak zenobia alasan kau mengacungkan pedangmu?"

Apa?

"Jangan membuatku tertawa. Bukankah pernah kukatakan? Hanya ada satu alasan aku bertarung, dan itu adalah menaklukan dan menguasai segalanya!"

"...lalu kau tidak akan keberatan jika kau kehilangan gadis itu kan? Tanpa tangisan, tanpa derita."

Tatapannya begitu tajam, menusuk diriku hingga kedalam.

"...Tentu saja."

M-mungkinkah?
Apakah orc memiliki bala bantuan dan bersiap menyerbu kami?

Tetap tenang, aku berusaha berpikir, tapi pada akhornya, aku tidak bisa membodohi perasaan ku sendiri.

Aku, bagaimanapun juga, buruk dalam berbohong.

“Ahahaha, tenang, tenang saja. Anak Zenobia, saat ini, masih aman."

Ketika suara itu memasuki telingaku, aku merasa begitu lega. Merasa aneh, aku mengeratkan gigiku.

Sialan, aku secara taksadar mempercayai kata-kata dewi underworld sendiri.

Semakin aku ingin mempercayainya, semakin ia menjerumuskanku ke jalan sesat.

Fakta itu berdiam di hatiku, menarik perasaan terkejut dan marah.

"Terserah kau mau percaya atau tidak. Tapi... Bahaya tengah mendekat."

Tegas dewi denhan wajah tanpa ekspresi.

"Dewi Takdir (Liuryuna) telah menemukan seseorang yang dia suka. Apa kau tau artinya ini?"

Liuryuna, putri ketiga yang mengendalikan takdir, dan membimbing para pahlawan untuk melawan pasukan dunia bawah.

"Maksudmu seorang pahlawan telah lahir?"

Dewi itu tersenyum.

"Kau cepat mengerti yah. Itu benar, itu musuh alami mu."

Jika aku, seorang monster, yang berusaha menaklukan dunia, maka pasti akan ada keberadaan yang akan berdiri didepanku.

Jika dia yang memimpin para monster untuk menaklukan dunia disebut Raja iblis, maka seseorang yang berdiri didepannya adalah Pahlawan.

Jika aku menjadi Raja Tertinggi didunia, maka Pahlawan itu seharusnya memiliki kekuatan luarbiasa yang pasti akan berdiri dijalanku.

"Untuk saat ini, pahlawan itu hanyalah seorang anak kecil tak berdosa. Tapi itu hanya masalah wakti sebelum dia mendapat kekuatan, dan menjadi pahlawan."

Suara itu menyatakan sebuah kebenaran mutlak.

"Dan orang yang akan berdiri berdiri disampingnya adalah saint itu."

Dengan paksa, ia meluncur kedalam celah dibenakku, dan menarik perhatianku dengan mengucapkan satu kalimat itu.

"Dan saint itu adalah Reshia?" Tanyaku.

"Kau akan kehilangan dia kau tau?" Tegas dewi.

Aku tidak bisa membalas. Atau lebih tepatnya pikiranku menjadi kosong ketika kata-kata penolakan terus-menerus muncul dalam hatiku.

"Haruskah aku memberimu kekuatanku?"
Tawar Altesia.

"Apa?"

Dewi itu tersenyum dengan senyum seorang ibu tercinta. Dengan lembut memelukku, rasa kasih sayang ibu itu memenuhi dadaku.

"Aku juga sangat kerepotan karna mereka yang disebut pahlawan dimasalalu. Selain itu, melihat seorang anak kecil mengalahkan monster hitam kebiruan cukuplah––, benar?”

Spontan, aku berpikir mengakhirinya dengan anggukan. Aku ingin kekuatan lebih banyak. Pertarungan dengan Raja orc membuatku yakin seberapa lemahnya goblin.

Tapi... Secercah Kehendak muncul, didalamku mengaktifkan <<Insurgent Will>>.

"...Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan mencoba percaya padaku?"

Ahh, aku ingin, aku menginginkannya, jika aku bukanlah seorang Raja aku pasti akan menerimanya.

"Aku tolak."

Kabut didalam kepalaku menghilang.

"Ya ampun, itu agak mengejutkan. Kenapa kau menolaknya?"

"Aku akan bertarung atas kemauanku sendiri," kata ku. "Aku akan menjadi orang yang memilih tempat dimana pasukanku mati. Aku akan menjadi orang yang mengirim mereka kedalam perang. Dan itu pastinya karna kehendak ku sendiri mereka menumpahkan darah. Dan jika begitu... Jika hari kekalahanku tiba, itu harus aku, aku sendiri."

Dewi Underworld menatapku. Seperti biasam aku tidak tau apa yang ia pikirkan.

"Aku bertarung atas kemauanku sendiri. Bergantung padamu berarti menerima kekalahanku."

Itu sebabnya aku tidak berniat bergantung pada seorang dewi.

"...Keras kepala, huh?"

Dewi itu tersenyum kecut, dan aku tersenyum berani membalasnya.

"Kau bertaruh padaku, jadi diamlah dan lihat saja! Aku tidak akan kalah."

Ketika aku mengucapkan kata-kata itu, waah dewi itu menjadi hampa. Kemudian keheningan terpecah.

“Ahahaha, buhahahaha.”

Ia memegangi perutnya sambil tertawa kencang didepanku.

Ia tertawa lagi, tapi seperti biasa, aku tidak mengerti apanya yang lucu.

"Menarik... Kau memang hebat, kau benar-benar menarik." Senyum dewi sambil mengusap air matanya.

Sampai akhirnya dipenuhi tawa untuk beberapa waktu, ia menepuk tangannya.

Seketika, sebuah gerbang muncul dibelakangku.

"Jika kau melewati pintu itu, kau akan mampu kembali ke tubuhmu."

Dengan senang hati, aku membalik punggungku pada dewi yang tertawa.

"...Hey..." Kata dewi. "Ketika seperti ini, apa yang akan kalian katakan?"

Punggungku masih tetap tanpa berbalik dan menjawab,

"Kau yang dulu... Dewi Keberanian, apa yang akan kau katakan?"

Meski samar, aku mendengar suara menelan ludah.

"...Tunjukan keberanianmu," ucapnya.

Mengangguk, aku melewati pintu.

Suara yang aku dengar... Meski kecil, mungkin terkejut.

◇◇◆

"Apa kau baik-baik saja?"

Ketika aku membuka mataku, apa yang pert,ama kali ku dengar adalah suara Giza, yang tidak biasanya panik.

"Apa ada masalah?" Tanya ku. "Kemana tingkah laku biasa mu pergi?"

Ketika Giza melihatku menjawab seperti itu, sambil menyeringai, dia hanya menggangguk balik, merasa bingung.

"Sial lu. Serius, caramu terlalu asal-asalan tau. Aku pikir umurku semakin pendek sekarang ini... Tapi berkat kau, korban menjadi begitu sedikit bagaimanapun juga."

Aku ingin bertanya apakah dia selalu punya sifat seperti ini atau tidak, tapi aku putuskan untuk tidak melakukannya.

"Apa yang terjadi pada orc?" Tanyaku sambil berusaha berdiri.

"Mereka mundur segera setelah kau mengalahkan Raja Orc. Meski itu juga karena Gigi yang berhasil menggiring spear deer."

Kemarin malam, aku menyuruh Gigi untuk membawa 15 goblin dibawah kendalinya untuk mencari kawanan spear deer, lalj menggiring dan menyerbu kelompok orc. Dia membutuhkan banyak waktu lebih dari yang ku kira, tapi mau gimana lagi. Bagaimanapun juga, satu-satunya cara dia bisa mengendalikan sekawanan rusa adalah dengan Overpowering Howl nya.

Itu seharusnya juga pertama kali Gigi menggunakan beastnya.

Tapi tetap saja dia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.

"Dampak yang kita terima?" Tanya ku.

"Lubang yang kita gali disekitar desa sebagian tidak lagi bisa digunakan. Pagar-pagar juga telah rusak. Kalau dampak untuk pasukan kita, sekitar 20 goblin telah terbunuh. Tapi mengingat kita berhasil memukul mundur kelompok orc itu, sebenarnya ini cukup kecil.

Sesuadah Giza melaporkan keseluruhan situasi, aku mengangguk.

Kerusakan yang kami terima cukup banyak, sebenarnya. Tapi pada akhirnya, itu tidaklah fatal.

"Aku mengerti. Aku akan mengurusi sisanya. Beristirahatlah."

"Juga, soal Giga–––“

Aku mulai berdiri ketika Giza berbicara lagi. Tapi ketika itu, aku merasakan sesuatu sedang menggerogoti tubuhku.

“Oi!”

“Bukan apa-apa.”

Ular Pitch Black (Verid), yang melingkari tanganku, berdenyut.

Apa yang ku dengar adalah suara samar seorang laki-laki.

Tunjukan keberanian mu kan? ––––kata-kata yang membuat mu nostalgia, ya kan, adik ku?

Suara itu datang dan pergi, hanya meninggalkan kata-kata itu.

◆◇◇◆◆◇◇◆

Karena kau melampau level 100, [Class] mu akan berganti.

[Class] akan berganti dari Duke menjadi Lord.

[Skill] <<Swordsmanship>> telah naik menjadi <<Swordsmanship B+>>

[Skill] <<Horde Commander>> berubah menjadi <<Ruler of the Horde>>
[Skill] <<Ruler’s Wisdom II>> diperoleh.
[Skill] <<Magic Manipulation>> telah naik level.

◆◇◇◆◆◇◇◆

Author’s Note:

Dewi telah merubah pendekatannya dari paksa menjadi lebih lembut.

MC menyadari itu, tapi tak bisa melakukan apapun.

Dan ular merah itu kekuatannya akan terus berkembang setiap berevolusi.

Sekarang, apa yang akan terjadi?

Comments

Post a Comment