------------------------------------
Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan 1x perhari diblog kami
------------------------------------
Bantu kami dengan mematikan Adblock mu dan mengklik iklan 1x perhari diblog kami
------------------------------------
Selingan: Keputusan akhir Pedang dan Tombak
Nama | Reshia Fel Zeal |
Ras | Manusia |
Level | 30 |
Job | Pengikut Zenobia; Saint |
Atribut | Cahaya; Holy |
Pedang Lili menyerempet tubuh Giga. Itu hanya satu serangan, tapi itu meninggalkan tiga luka.
Saat serangan itu membuka celah, Giga dengan lihai mengendalikan tombaknya dan menyerang kedepan.
Serangan itu menuju tengah tubuh Lili. Seharusnya, itu kena, tapi...
"Fuu."
Pelan menghembuskan nafas, ia berakselarasi, dan bergerak sisi kanan Giga.
Sementara Giga mendorong tombaknya, dia memenuhi kaki palsunya dengan kekuatan, dan beralih kesisi lain. Menggunakan tombak sebagai pelindung, dia menahan serangan Lili.
"Cih."
"Gu!"
Siapa duluan yang bisa menyerang?
Lili membrengut ketika pedangnya terpental. Disaat yang sama, ia membungkukan kepalanya untuk menghindari serangan cepat yang menuju dirinya. Serangan menakutkan yang melewati atas kepalanya itu membuat keringat dingin mengalir, tapi mengabaikan itu, ia melangkah kedepan.
Jika ia melangkah kebelakang, dan memperlebar jarak, ia akan diposisi tidak menguntungkan.
Orang yang memimpin pertarungan adalah Lili, baik kemampuan dan jumlah gerakan yang dibuat, hanya saja ia tidak bisa mendaratkan pukulan penghabisan.
Pertahanan Giga disaat genting anehnya sangatlah kuat dan kokoh.
Pengendalian khas tombaknya, kecepatan recover tombaknya, bahkan lebih cepat dari pedangnya sendiri.
Lawan dihadapannya tidak diragukan lagi sangat kuat.
Bukan sebagai monster, tapi sebagai seorang petarung.
Padahal luka kekalahan yang ia punya bisa dihapus, saat ini, tepat didepan matanya.
Mengingat ini kali pertama Giga bertarung dengan satu tangan, Lili, yang bisa menunjukan seluruh kekuatannya, seharusnya mampu memimpin pertarungan.
Tapi Giga masih sanggup mendaratkan serangan kuat. Ia tau itu. Dia bisa membuat gerakan apapun di pertarungan ini.
Lili sudah melalui semua kesulitan karna memberinya kaki palsu untuk membuat duel ini adil. Karna iti Giga harus menunjukan kekuatan penuhnya. Sangat tidak bisa dimaafkan bila dia kalah tanpa bisa mengerahkan semua kemampuannya.
Dan meski kecil, luka-luka yang dia terima sepanjang duel ini terus bertambah.
Keseimbangan pertarungan itu berubah ketika Giga mengambil langkah.
Mengincar momen tepat setelah Lili mengayunkan pedang, dia melaju bersama tombaknya. Matanya perlahan-lahan terbiasa dengan gerakan Lili. Meski serangan yang dia kirim dapat mudah menembus pertahanan petualang normal, Lili memiliki skill <<Echo Steps>>, yang memungkinkan ia mengambil jarak dengan cepat, dan segera membenarkan sikapnya.
Tapi ketika ia melakukan itu, Giga melompat mundur.
Hasilnya, jarak antara mereka melebar.
Lili terlihat mau menyerang lagi tapi untuk sesaat ia bingung melihat Giga yang melangkah kebelakang. Tapi saat ia melakukannya, tombak Giga melesat melewati samping wajahnya.
"!?"
Tidak mampu menahan ketakutannya, ia mengambil jarak. Tapi saat ia melakukannya, Giga mengejar lagi. Dia terus menghunuskan tombaknya sambil menjaga jarak.
Itu karena tangan panjangnya.
"Jadi itu rencana mu," gumam Lili melihat sikap Giga.
Giga hanya memiliki satu tangan, jadi dia tak punya pilihan lain selain menghunus dan mengayunkan tombakanya.
Tapi berkat kecepatan hebat Lili, ia masih bisa memimpin jalannya pertarungan.
Sikap Giga saat ini hanya bisa membuatnya menggenggam ujung tombak.
Dia memutar setengah tubuhnya dengan kepala tombak diatas tanah, memungkinkan dia meningkatkan jarak diantara mereka. Selain itu, dengan tangan panjangnya, jarak yang terbuat tidak mungkin menjadikan Lili mengunakan <<Echo Steps>>.
Sikap itu khusus dibuat hanya untuk menghunus sehingga Lili tidak bisa membalas. Untuk sesaat Lili mencoba melompat kedalam saat tombaknya mundur, tapi serangannya segera menghunus lagi.
Ia tidak bisa melompat sembarangan. Sama halnya jika ia menurunkan pertahanannya.
Karena Giga tidak bisa mengatasi kecepatan Lili sampai sekarang, dia menggunakan sikap yang sesuai untuk pertarungan jarak dekat. Tapi meski jaraknya jauh, selama Lili bisa memperpendek jarak dan terus beradu pedang, maka Lili bisa menang.
Itu bukanlah hal bagus. Bisa saja tombak itu mengenainya jika ia lengah.
Setelah meyakinkan diri, sebuah senyum hangat muncul diwajahnya.
––––Yang sederhana bagus 'kan?
Tertawa kecil, ia menggenggam pedangnya disebelah bahu, dan merubah sikapnya menjadi Chudan-no-kamae.
Pelan menghela nafas, Ia menaikan konsentrasinya hingga batas, dan memperhatikan ujung tombak itu.
Selama ia bisa melihat arah tombak itu, ia akan mampu menghindarinya. Itu sebabnya ia merubah sikapnya menjadi Chudan.
Mengeratkan gigi, ia menggunakan <<Echo Steps>> dan bergerak. Tapi disaat yang sama, Giga melangkah kedepan. Lili terkejut. Giga mengayunkan tombaknya dengan sikap berbeda, dan untungnya Lili bisa menangkisnya dengan sikap Chudan.
Tapi serangan itu terlalu hebat, dan ia terlempar jauh.
Tubuhnya terplanting.
Sesudah pandangannya kembali, Lili akhirnya mengerti apa yang baru terjadi.
Giga melepas tombaknya, dan saat Lili bergerak, dia ikut bergerak disaat yang sama. Alasan kenapa tombaknya berada dibawah bukan karena berat, tapi agar dia bisa merubah sikapnya dengan mudah.
–––––Dia sangat tanggap!
Sementara Lili terkejut, rasa sakit menyerang tangan kirinya.
––––Apa tulangku patah?
Bersamaan rasa sakit itu, pandangannya mulai memudar.
––––Aku akan pingsan.
Ketika ia memikirkan itu, dari ujung penglihatannya, ia melihat Reshia sedang menyaksikan mereka.
–––Tapi!
Ia mengeratkan gigi sekuat mungkin. Ia menggunakan pedangnya sebagai tumpuan dan berdiri dengan satu tangannya.
Ia hampir pingsan dan tangan kirinya tak bisa digerakan lagi.
Meski begitu...
"Aku akan melampaui mu," tegasnya.
Suaranya bergetar, tapi ia mengucapkan kata itu tanpa sedikitpun keraguan.
Ia seharusnya sudah menjadi lebih tenang sejak berselisih dengan raja.
Penyesalan dan tanggung jawab memenuhinya setiap kali ia memikirkan itu.
Ia pernah melawan goblin itu dimasa lalu, tapi ia tidak pernah melawan siapapun sekuat itu. Padahal ia yakin akan baik-baik saja selama ia mengikuti petualang seniornya, Keifel.
Tapi pada akhirnya, Reshia, yang seharusnya ia lindungi, menjadi tawanan para goblin.
Hari-hari damai yang mereka punya sekarang adalah karena kejadian hari itu.
Tapi kedamaian ini disebabkan oleh perjanjian dengan Raja Goblin.
Jika yang mereka hadapi adalah Orc atau Ogre yang buas, maka...
Tidak usah ditanyakan lagi. Pasti. Reshia akan diperkaos, dan masa mudanya akan hancur.
Dan orang yang membawanya menuju akhir itu tak lain dan tak bukan adalah Lili sendiri.
Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika begitu.
Ketakutan dan penyesalan yang ia punya dihari ketika ia melawan Raja harus dibayar sekarang.
Ia pasti melampauinya.
Jadi ia menggenggam erat pedangnya dengan satu tangan.
Itu sungguh berat.
Giga terlihat tenang, tapi dilihat baik-baik, tetesan darah terlihat didahinya.
––––Jadi kau juga terluka.
Kalau di Sekolah Pedang Zweil pasti akan mengatakan....
Ketika kau terluka, musuh mu juga terluka.
Itu idealisme, tapi itu adalah kalimat yang diucapkan oleh Master yang sangat ia hormati. Bahkan sampai hari ini, kata itu masih menetap dibenaknya.
Ketika ia teringat sosok masternya, sebuah suara yang menyerupai gelas pecah dari jauh terdengar.
Dengan satu tangannya, ia mengayunkan pedang didekat kepalanya––––
◇◇◆
Melihat Lili mengangkat pedangnya disebelah kepala dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menggantung, mata Giga melebar terkejut.
Kesadarannya hampir menghilang beberapa waktu lalu, tapi sekarang... Hal itu sedikitpun tidak terlihat dimatanya.
Tangan kiri Lili sepertinya patah karna serangan tadi.
––––Boleh juga, keteguhan hatinya sungguh membuatku ingin mengaguminya.
Mereka, para goblin, yang lahir untuk ditakdirkan bertarung tau betul itu. Keteguhan adalah segalanya.
Tanpa itu kau akan kehilangan segalanya.
Raja sendiri memegang sebuah ambisi masa depan. Karna itulah mereka bertarung demi membuka jalan untuk memenuhi ambisi Raja.
Dia juga sama. Dia berkeinginan bertarung bersama Raja.
Karna itu adalah segalanya.
Tapi gadis didepannya, Lili, adalah berbeda.
Jika ia mau, ia bisa memilih jalan hidup lain. Ia bisa tinggal di sebuah negara, menjahit pakaian... Ia punya banyak jalan yang bisa ia pilih, namun dari sekian banyak itu, ia memilih jalan perang.
Keinginan itu pantas dihargai!
Sehingga dia harus mengerahkan semua kekuatannya untuk menghancurkan keinginan itu!
Sementara melangkah dengan kaki palsunya, dia mengayunkan tombak. Dia menggenggam tengah tombaknya, dan mengincar pusat tubuh Lili. Itu adalah serangan yang sulit untuk dihindari.
"Nu."
Serangan itu seharusnya mematahkan keinginan musuh didepannya itu.
Tapi, Giga malah membelalak terkejut. Serangan tajam tombaknya membelok ke tanah, sementara Lili dengan tenang menatap Giga.
–––Maka, aku harus mencoba segalanya.
Dia memukul, mengayun, menghunus, menebas.
Dia menyerang Lili dengan semua serangan yang dia kuasai untuk menjatuhkannya.
Tapi berkali-kali dia melakukannya, tombaknya akan ditangkis ketanah.
Dari mana ia mendapat kekuatan itu? Padahal tangan kirinya tak bisa digerakan.
Dibanjiri keringat, entah bagaimana kau melihatnya, ia sangatlah kelelahan.
–––Tidak.
Itu salah. Bukankah dari awal Giga sudah tau?
Manusia ini kuat.
Ini bukan berarti dia tidak punya cara lain bertarung, tapi musuhnya punya kekuatan yang mampu menandinginya.
Dan inilah saat terkuatnya. Meski kelelahan, ia sangat kuat!
Semangat juang Giga menyala, itu meneriakinya untuk bertarung.
Emosi itu berkobar seperti api dalam matanya, menuntutnya untuk mengalahkan musuh didepannya!
"GURUuUAAA!"
Sesudah dia meneriakan semangat juangnya, dia melepaskan serangan terkuatnya.
Tanpa sedikitpun keraguan dalam incarannya, dia menyerang, tapi itu dengan enteng dibelokkan. Ini sudah dia diduga. Karna itu merupakan musuh terkuat yang dia lawan.
Dia mendekat, mengayunkan tombaknya, dan itu dengan mudah dibelokkan musuh.
Ujung pedangnya perlahan naik, dan dalam sekejap ia memperbaiki sikapnya.
Dan disaat itu, dia mengerti. Ini adalah ujung duel. Klimaks yang sudah ditunggu-tunggu.
Dengan ujung tombaknya masih berada dibawah, dia maju kedepan untuk menghapi pedang menurun itu.
––––aku akan menerimanya!
Jika jarak pendek, orang yang lebih unggul adalah dia.
Sementara Giga mengambil langkah, dia merasakan hawa dingin menyelinap dibahunya.
Dia merasakan itu ketika melihat mata Lili.
Itu hanya sesaat, tapi dia percaya pasti senjatanya akan terbelah.
Senjata yang Giga gunakan adalah tombak besi. Ujungnya, pegangannya, semuanya terbuat dari besi.
Secara logika, tidak mungkin itu bisa terbelah.
Tapi mata hampa Lili membuat alaram berbahaya dibenaknya berdering.
"Apa aku bisa?" Tanya dalam hati Giga.
Dia menempatkan semua kekuatan dalam kedua kakinya, dan menyingkirkan segala keraguannya.
Darah menetes dari tempat dimana kaki palsunya terpasang, tapi dia tak punya waktu untuk memikirkan itu.
Tombak besi yang yang seharusnya dia pegang didepannya tiba-tiba terbelah menjadi dua. Selain itu, karena dia terlalu lambat menghindar, bahkan kaki palsunya ikut terbelah.
"Uoooaaa!"
Lili menyerukan semangatnya.
Segera setelah Giga terpikirkan situasi terburuk, dia meletakan tombaknya di mulut, dan dia melangkah dengan empat kaki. Itu sikap seperti hewan buas.
Meski dia merangkak, Lili tidak menunjukan tanda-tanda mau berhenti, jadi dia mempercepat langkahnya.
Kaki palsunya juga menjadi lebih pendek, sehinggap sikap itu adalah sikap termudah baginya saat ini.
Seolah-olah itu adalah sikap yang biasa dia gunakan, dia bergerak dengan kecepatan mengagumkan sambil mengincar sisi Lili.
–––Rasakan!
Merangkak ditanah, dia mendekat menggunakan tubuhnya seperti per, dan cepat melompat kedepan. Pada saat yang sama, dia menggunakan tangannya, menaikkan tubuhnya, dan menyerang Lili.
Lili membelalak terkejut ketika Giga melesat kebelakangnya secepat peluru. Disaat yang sama, dia mengeratkan tombak dimulutnya, dan menghunuskannya mengincar sisi lebar Lili.
◆◇◇
Ketika ia membuka matanya, apa yang pertama kali menyambutnya adalah langit biru dan senyum Reshia.
"Ahh, aku kalah," senyum kecut Lili sambil menahan sakit.
"Maafkan aku, Nona Reshia."
"Untuk apa?" Tanya Reshia.
"Aku tidak bisa memenuhi syaratnya."
Jika kau akan bertarung, menanglah. Itu adalah syarat yang Reshia berikan, tapi ia tidak bisa memenuhinya.
"...Di masa lalu, aku juga pernah membaca dongeng mengenai seorang ksatria," kata Reshia, sambil menyembuhkan tangannya yang patah.
"Ksatria itu mengatasi kekalahannya, dan menjadi Ksatria sejati. Sudah menjadi impian ku untuk dilindungi Ksatria seperti itu."
Penyembuhan tangan Reshia menutupi mata Lili.
"Lili-san, kau seorang Ksatria tangguh, kau tau?"
Tetesan air mata membanjiri tangan hangat Reshia.
◇◇◆
Lili Aureya
Karena [Abnormal Status] kutukan Altesia naik tingkat, <<Innate Talent>> dan <<The Mind’s Eye>> sekarang bisa digunakan.
Level naik.
56 -> 60.
[Skill] <<Innate Talent>>
Pertumbuhan menjadi lebih cepat.
[Skill] <<The Mind’s Eye>>
Kau bisa memprediksi gerakan musuh yang kelasnya lebih rendah dari mu.
[Skill] <<Iron Decapitation>>
Ketika level swordsmanship mu sama atau lebih tinggi dari lawan, kau bisa membelah senjata besi lawan.
Gi Ga Rax
Karena kaki yang putus digantikan oleh alat bantu: kekuatan bertarung sekarang hanya menurun 30%
[Skill] <<Indomitable Soul>> diperoleh. Tombak bisa digunakan selihai dua tangan dengan satu tangan.
[Skill] <<Insight>> ketika bertarung melawan class yang setara atau lebih rendah, memungkinkan kau melihat kelemahan mereka.
Level naik.
87 -> 89
Author’s Note:
Pemenangnya adalah giga.
Tapi soal perkembangan, Lili lebih baik.
Aku pikir aku akan menunjukan status karakter lain selain protagonis, sehingga kali ini, aku menunjukan status Reshia.
Aku akan menunjukan deskripsi skill ketika ada kesempatan. Aku ingin <<Innate Talent>> juga!
Comments
Post a Comment